Berita Terbaru

05 Dec 2011

KRISIS EROPA: Gaya Hidup Dorong Eropa ke Jerat Utang

KRISIS EROPA: Gaya Hidup Dorong Eropa ke Jerat Utang


Memburuknya perekonomian di kawasan Eropa juga disusul dengan melambatnya pemulihan ekonomi dan angka pengangguran di Amerika Serikat yang mencapai 9%. Secara global, masalah ini jelas akan berpengaruh terhadap kondisi ekonomi internasional.

 

Namun demikian, bagaimana dengan kondisi masyarakat di dua kawasan tersebut dalam menyikapi krisis ini? Jelas, terjadinya situasi tidak menentu ini berakibat pada semakin berkurangnya belanja masyarakat.

 

Akan tetapi masyarakat golongan apa? Ternyata pegetatan ikat pinggang ini tidak hanya terjadi pada golongan masyarakat menengah ke bawah, tetapi termasuk masyarakat menengah atas. Sebagian besar dari masyarakat yang tinggal di kawasan Eropa beranggapan bahwa penyatuan mata uang euro menjadi pemicu utama tepuruknya kondisi ekonomi masing-masing negara.

 

Sebelum terjadinya krisis utang Eropa, beberapa negara a.l. Italia, Prancis, Spanyol, dan Belanda telah merasakan akibat buruk dari penggunaan mata uang tunggal. Negara-negara itu merupakan tempat tujuan wisata yang tidak pernah sepi pengunjung.

 

Pada setiap liburan musim panas, sebelum tahun 2000, empat negara di Eropa ini selalu masuk daftar teratas sebagai tempat tujuan para wisatawan, khususnya Amerika Serikat.

 

Setelah penyatuan mata uang, sepanjang jalan Milan yang berjejer butik-butik kelas satu yang memamerkan adibusana dari perancang kelas atas Italia, mulai sepi pengunjung.

 

Pascadiberlakukannya mata uang tunggal Eropa, biaya hotel, tiket, dan akomodasi di sejumlah negara kawasan ini melonjak pada tingkat yang tidak terkira. Tidak hanya tiket dan hotel, namun demikian biaya makan untuk ukuran menu yang sederhana saja sudah tiga kali lipat kenaikannya.

 

Contohnya saja untuk makanan junk food seperti burger, dikenakan harga minimal 6 euro dan jika meminta tambahan saus tomat maka dikenakan biaya sekitar 50 sen.

 

Krisis utang yang terjadi di Eropa membuat pemerintah berlomba-lomba untuk memangkas jaminan sosial untuk warganegaranya. Pemangkasan sejumlah jaminan sosoial ini membuat masyarakat mulai mencari pekerjaan di negara lain seperti Kanada.

 

Sementara itu, warga Eropa yang biasanya mencari pekerjaan di Amerika Serikat, tidak dapat tertampung karena di negara Paman Sam sendiri, angka pengangguran sudah mencapai 9%, dimana pemerintahan Obama hampir setiap hari mendapatkan kritik dari kaum oposisi.

 

Penduduk berkebangsaan Norwegia banyak yang merantau menjadi tukang kayu, dan penduduk dari Belanda banyak mencari pekerjaan sebagai tukang roti di negara lain. Hal itu adalah cerminan dari masyarakat menengah ke bawah yang berada di kawasan Eropa.

 

Melarikan modal

 

Bagaimana dengan masyarakat golongan atas? Mereka yang bermodal besar lebih fokus untuk bagaimana mencari tempat baru untuk berinvestasi. Kawasan Asia merupakan wilayah yang menjadi lirikan para investor yang berlangganan berinvestasi di Amerika Serikat dan Eropa.

 

Pelarian modal ke kawasan Asia ini dikarenakan kawasan ini dianggap cukup kuat untuk menghadapi krisis global. Kekuatan ini tercermin dalam survai yang dikeluarkan oleh Nielsen terhadap 28.000 konsumen kelas menengah di 56 negara, pada periode Agustus-September 2011.

 

Akademisi Universitas Satya Negara Indonesia, Launa, menyatakan konsumen kelas menengah masih cukup kenyal menghadapi ancaman krisis global. Dari data Nielsen itu, terungkap bahwa konsumen kelas menengah daring Indonesia paling optimistis dengan kondisi keuangan di 2012.

 

Meskipun demikian, konsumen Indonesia tercatat juga ekstra hati-hati dalam membelanjakan kelebihan uangnya, di mana menabung masih menjadi pilihan terbanyak 67%, dan merupakan angka tertinggi di Asia Pasifik.

 

Adapun tingkat pengeluaran konsumsi rata-rata konsumen Indonesia adalah membeli produk teknologi baru (30%), liburan (28%), investasi saham (24%), dan membayar pinjaman atau kartu kredit (21%).

 

Optimisme ini didukung hasil survei lembaga peringkat utang internasional seperti Fitch, Moody’s, dan Standard & Poor’s yang menyebutkan, di tengah banyaknya negara di Eropa terlilit krisis utang dan sejumlah negara lain mengalami perlambatan ekonomi, kinerja ekonomi domestik justru sangat gemilang.

 

Data Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan jumlah kelas menengah di Indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir melonjak tajam. Dalam laporan berjudul, The Rise of Asia’s Middle Class 2010, disebutkan, jumlah kelas menengah di Indonesia pada 2009 mencapai 42,7% atau 93 juta jiwa dari total penduduk. Angka ini naik dua kali lipat dibandingkan 1999, dimana jumlah kelompok kelas menengah tercatat 45 juta jiwa atau 25% dari jumlah penduduk.

 

Indonesia, saat ini menjadi negara dengan persentase pertumbuhan kelas menengah yang tertinggi di kawasan ASEAN, yakni 38%. Peran Indonesia sangat menentukan karena menyumbang kenaikan jumlah kelas menengah terbesar di Asia, setelah China dan India.

 

Di level regional, survei ADB menyebut kelas menengah di Asia menjadi penyumbang pertumbuhan global yang sebelumnya selalu  didominasi Amerika Serikat dan Uni Eropa.

 

Berdasarkan survei itu, orang Asia membelanjakan lebih dari US$4,3 triliun pada 2008. Sementara itu, hasil survei Susenas yang dirilis Badan Pusat Statistik menyebutkan, pada 1999 dan 2009, kelompok menengah dengan pengeluaran antara US$4 – US$10 dolar per hari melonjak hampir tiga kali lipat, dari 7,5 juta jiwa, menjadi 22 juta jiwa. Khusus untuk kelompok menengah atas dengan pengeluaran US$10—US$20 dolar per hari angkanya meningkat lima kali lipat dari 0,4 juta jiwa, menjadi 2,23 juta jiwa.

 

Bertambahnya kelas menengah merupakan sinyal baik bagi pertumbuhan ekonomi karena membangkitkan pergerakan ekonomi produktif. Selain sebagai mesin pergerakan ekonomi, kelas menengah juga diakui berperan penting dalam mengatasi gejolak sosial akibat kekurangan pangan dan harga pangan yang kian mahal.

 

Kelas menengah diharapkan dapat menjembatani dan mempersempit kesenjangan sosial-ekonomi antara kelompok super miskin dan kelompok super kaya yang masih menjadi persoalan krusial di Tanah Air.

 

Pengalaman di Eropa dan Amerika di masa awal abad pencerahan serta negara-negara Asia, utamanya di Indonesia pada masa krisis, menunjukkan upaya untuk memperluas kelas menengah merupakan cara terbaik mencapai pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, kokoh, dan berkelanjutan.

 

Oleh      : Diena Lestari

Sumber : bisnis.com

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.