30 Jul 2013
Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi menuturkan di Indonesia lahan yang masih luas dan belum banyak dimanfaatkan adalah di Papua. Oleh karena itu, ekspansi lahan perkebunan mulai mengincar lahan di Papua.
Sayangnya, pelepasan kawasan hutan seringkali beririsan dengan hutan primer yang dimoratorium sesuai Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tanggal 20 Mei 2011.
Elfian mencontohkan konsesi perkebunan sawit milik PT Golden Agri Resources (GAR) seluas lebih dari 20.000 hektare di Kabupaten Jayapura, Papua awalnya merupakan areal yang masuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB).
Namun, pada 2011 areal tersebut keluar dari peta moratorium dan menjadi areal konsesi perkebunan sawit anak usaha GAR, PT Sumber Indah Perkasa. Izin prinsip pelepasan kawasan hutan diteken Menteri Kehutanan pada Maret 2011 dilanjutkan dengan SK pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan pada Juli 2012.
"Terbukti itu hutan dan areal itu sebelumnya masuk PIPPIB pertama, berarti itu masuk hutan primer. Tapi lantas dihapus dari peta moratorium dan diterbitkan izin, padahal sampai saat ini areal tersebut mayoritas hutan," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Senin (22/7/2013).
Selain menggarap hutan primer di Papua, GAR disinyalir telah melakukan penanaman sawit seluas 549 hektare sebelum izin keluar.
Elfian menilai hutan primer tidak selayaknya dijadikan areal perkebunan sawit. Untuk itu, pemegang konsesi diharapkan mengajukan penggantian areal ke lahan nonhutan.
"Kami sangat menyesalkan, terutama dari Sinar Mas sendiri karena mereka punya kebijakan konservasi hutan tetapi konsesi sawitnya di hutan primer. Harusnya mereka sampaikan ke pemerintah supaya izin 20.000 ha bisa dicarikan di areal yang lain," tuturnya.
Ketika dikonfirmasi terkait areal konsesi PT GAR, Direktur Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial Kawasan Hutan Ditjen Planologi Kemenhut Hudoyo menegaskan tidak ada pengajuan pelepasan kawasan hutan dari PT GAR di Papua. Namun, Hudoyo belum dapat memastikan apakah ada pengajuan dilakukan atas nama PT Sumber Indah Perkasa, anak usaha GAR.
"Sudah saya cek, tidak ada permohonan PT GAR di Papua. Bisa jadi IUP tersebut di area penggunaan lain (APL) tetapi masih berhutan. Izinnya kewenangan Bupati," kata Hudoyo.
Managing Director GAR G. Sulistiyanto mengatakan perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua dilakukan sesuai aturan yang ada. Pengajuan areal konsesi sudah diteliti oleh pemerintah daerah, direkomendasikan kepada Menhut, lantas dikeluarkan izinnya.
"Kalau dikatakan melanggar peta moratorium kami harus bantah, itu tidak benar. Perizinan kami urus sesuai aturan yang ada," tuturnya ketika dihubungi Bisnis.
Selain GAR, sejumlah perusahaan mulai melirik tanah Papua sebagai lahan perkebunan yang potensial. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, sepanjang semester I/2013 ada 9 perusahaan yang mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan di Papua dengan total areal seluas 184.315 ha. Lima di antaranya mengajukan pelepasan hutan untuk kebun kelapa sawit.
Selain itu, dua perusahaan telah merealisasikan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Perusahaan tersebut yakni PT Usaha Nabati Terpadu seluas 37.467 ha di Boven Digoel dan PT Varita Majutama II seluas 35.371 ha di Teluk Bintuni, Papua.
Adapun total pelepasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) di Papua dan Papua Barat hingga November 2012 mencapai 849.160 ha yang mencakup 35 unit perkebunan.
Selain untuk perkebunan swasta, Elfian menambahkan sekitar 400.000 ha kawasan hutan primer Papua dihapus dari peta moratorium untuk program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).
Editor : Martin SihombingOleh : Elfian Effendi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesiahttp://bisnis.com/konversi-hutan-ke-kebun-sawit-di-papua-harus-dipantau++++++++++++++++++++
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT: Harga TBS Riau naik lagi
Nurbaiti - Rabu, 27 Februari 2013, 16:32 WIBPEKANBARU: Harga pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Riau periode 27 Februari—5 Maret 2013 untuk usia 10 dan di atas 10 tahun ditetapkan sebesar Rp1.467,92 per kg, lebih tinggi dibandingkan dengan harga sepekan sebelumnya Rp1.433,28 per kg.
Sekretaris Tim Penetapan Harga TBS kelapa sawit Rina Rosdiana mengungkapkan kenaikan harga TBS untuk sepekan ke depan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal.
“Sesuai dengan rapat penentuan harga yang rutin dilakukan setiap pekan, untuk periode 27 Februari—5 Maret ditetapkan harga TBS Rp1.467,92 per kg. Harga untuk usia 10 dan di atas 10 tahun selalu lebih tinggi dari pada lainnya,” ujarnya, hari ini.
Dia menjelaskan faktor internal yang memengaruhi kenaikan harga TBS kelapa sawit dalam sepekan ke depan, di antaranya naiknya harga penjualan crude palm oil (CPO) dan kernel beberapa perusahaan pemilik PKS di Riau.
Dalam rapat penentuan harga TBS kelapa sawit, imbuhnya, data yang disampaikan oleh perusahaan pemilik PKS tersebut menjadi pertimbangan sebelum harga ditentukan. Berdasarkan data yang disampaikan PT Asian Agri, dia mencontohkan, harga penjualan CPO mengalami kenaikan sebesar Rp139,51 per kg.
Saat ini ada sekitar 147 pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di Riau, dengan produksi minyak kelapa sawit mentah per tahunnya hampir 7 ton.
Selanjutnya, harga penjualan CPO yang disampaikan PTPN V mengalami kenaikan sebesar Rp210,36 per kg, PT Sinar Mas mengalami kenaikan sebesar Rp336,68 per kg, dan PT Astro Agro Lestari mengalami kenaikan sebesar Rp79,55 per kg.
Sementara itu, untuk harga kernel PT Sinar Mas mengalami kenaikan sebesar Rp118,45 per kg, PT Asian Agri mengalami kenaikan sebesar Rp86,28 per kg. “Kenaikan ini juga terjadi pada perusahaan kelapa sawit lainnya,” ujarnya.
Dia menambahkan faktor eksternal yang ikut memengaruhi kenaikan harga TBS, terutama menyangkut musim kering yang terjadi di Argentina, sehingga mengakibatkan kenaikan harga minyak sawit. Hal tersebut, jelasnya, membuat prospek biji minyak nabati lainnya menjadi bahan baku minyak mengalami penurunan pada musim kering.
“Dampak lanjutannya, permintaan minyak sawit meningkat, dan dengan sendirinya harga minyak sawit juga meningkat,” tuturnya.
Data Dinas Perkebunan Provinsi Riau mencatat luas kebun sawit di Riau diperkirakan mencapai 2,1 juta hektare. Luas kebun sawit rakyat mencapai 1,1 juta hektare, sedangkan luas perkebunan perusahaan negara sekitar 79.546 hektare, swasta 906.978 hektare.
Editor : Aprika R. HernandaOleh : Elfian Effendi, Dhttp://bisnis.com/perkebunan-kelapa-sawit-harga-tbs-riau-naik-lagi
Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330
(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)
PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara
© Inacom. All Rights Reserved.