28 Jun 2006
Persoalan serupa muncul pula di Konferensi Internasional Kelapa Sawit (International Oil Palm Conference/IOPC) yang digelar Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Nusa Dua Bali, selama empat hari yang berakhir kemarin. Pertemuan empat tahunan stakeholders kelapa sawit dunia itu menghasilkan sejumlah pemikiran untuk masa depan perkelapasawitan, di antaranya persoalan isu lingkungan.
Wapres Jusuf Kalla ketika membuka acara ini mengatakan pentingnya pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek sumber daya alam di antaranya keragaman hayati, konservasi dan preservasi lingkungan. Pemanfaatan areal bekas tebangan hutan yang sudah rusak dan lahan kritis merupakan cara bijak dalam pengembangan kelapa sawit, tanpa harus merusak hutan alam tropis primer.
Sementara itu, pesatnya permintaan kelapa sawit yang dipicu meningkatnya permintaan CPO untuk pangan dan energi (food and fuel) membuat Indonesia sebagai negara yang memiliki ketersediaan lahan berambisi menjadi negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia melampaui Malaysia.
Menteri Pertanian Anton Apriyantono di sela-sela acara konferensi yang diikuti 21 negara tersebut mengatakan akhir tahun ini produksi kelapa sawit Indonesia diperkirakan mencapai 14 juta ton, meningkat sekitar dua juta ton dari tahun sebelumnya, dengan luas lahan sawit 5,4 juta hektare.
Tahun depan, seiring perluasan areal lahan tanam kelapa sawit ke Kalimantan, Sulawesi dan Papua, produksinya diperkirakan melampaui produksi Malaysia. Dalam upaya ekstensifikasi kelapa sawit, pemerintah berusaha menarik minat investor baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Bagi calon investor dalam negeri, pemerintah berjanji memberi subsidi kredit khusus berupa potongan bunga kredit sampai 5%. Dari rangsangan subsidi ini, ditargetkan dalam setiap tahun bisa terealisasi pertambahan lahan sawit minimal 500.000 hektar.
Menurut ketua pelaksana konferensi Donald Siahaan sejalan dengan rencana pemerintah untuk pengembangan kelapa sawit, wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia merupakan daerah yang sangat prospektif. Hasil survei kesesuaian lahan tahap awal yang dilakukan PPKS di wilayah itu menunjukkan sekitar 180.000 hektare lahan potensial yang memanjang sekitar 5-10 km sepanjang perbatasan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kelapa sawit.
Pembukaan lahan tersebut harus memerhatikan keseimbangan tiga pilar yakni people, planet, dan profit. Pola pengembangan yang hanya mementingkan satu dari tiga aspek tersebut akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Produsen dan pemerhati lingkungan kelapa sawit bertanggung jawab menetapkan standar pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. "IOPC 2006 ini menjadi forum partnership dan transparan untuk mendiskusikan dan menetapkan norma tersebut," kata Donald , salah satu pakar di PPKS ini.
Tanggungan rakyat
Meningkatnya harga minyak dunia membuat banyak orang menoleh pada berbagai sumber energi non-fosil yang terbarukan dan ramah lingkungan. Salah satu sumber energi tersebut adalah biodiesel yang berbasis minyak kelapa sawit. Sebagai negara pengimpor solar, substitusi ini dapat menghemat devisa dan memindahkan subsidi solar Pemerintah Indonesia dari yang sebelumnya yang diterima pengusaha negara lain (karena pemerintah membeli solar impor dengan harga tinggi) menjadi tanggungan rakyat Indonesia.
Hasil perhitungan menunjukkan jika biodiesel minyak sawit ditargetkan untuk mensubstitusi solar impor yang lebih dari 10 juta ton/tahun dan menjaga agar supply CPO untuk kebutuhan pangan dan sebagian untuk ekspor tidak terganggu, maka diperlukan perluasan areal kelapa sawit yang cukup besar. "Untuk itu diperlukan kebun khusus yang didedikasikan untuk produksi energi," ujar Donald.
Pemerintah merencanakan pengembangan kebun khusus kelapa sawit untuk energi secara pertahap dari 2006 seluas 17.000 sampai 135.000 ha hingga 2010. Dengan pengembangan ini, stabilitas harga kelapa sawit juga akan lebih baik, termasuk jika terjadi over supply CPO, maka kelebihan tersebut mudah dimanfaatkan untuk biodiesel yang kebutuhannnya hampir tidak terbatas dalam kondisi harga minyak berbasil fosil melebihi US$60/barrel.
Pengembangan kelapa sawit berkelanjutan merupakan kompromi antara tujuan pencapaian keuntungan financial yang optimal bagi kesejahteraan pekebun, termasuk petani, dengan memperhatikan secara bijaksana aspek lingkungan. Memberi tekanan hanya pada satu aspek akan menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan di kemudian hari.
© Inacom. All Rights Reserved.