29 Oct 2009
Menteri Perindustrian Fahmi Idris sebelumnya juga mengatakan, industri bank dalam negeri saat ini terhadang oleh selundupan ekspor antar negara melalui praktek manipulasi sertifikat asal atau transhipment.
Kecurigaan ini, kata Fahmi, sangat beralasan dengan meningkatkanya suplai ban di China. Pasalnya di negeri tirai bambu tersebut saat ini penjualan mobil telah mencapai 1,6 juta unit. Selain itu, kondisi pasar global saat ini yang masih sangat melemah maka dipastikan terjadi perebutan pasar.
Bagaimana sebenarnya potret industri ban dalam negeri? Berikut wawancara detikFinance dengan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane di Jakarta, Rabu (14/10/2009).
Industri ban inikan lebih banyak ekspor, namun dalam persaingan di pasar ekspor sering kena barrier, seperti dumping. Kedepannya mau dibawa kemana industri ban dalam negeri?
Kalau kita mau buka-bukaan daya saing di luar walaupun kita penghasil karet nomor dua di dunia kita tidak akan bisa melawan China dan India. Hal ini karena mereka punya pembangunan industri secara strategis, jadi dibuat langkah-langkah agar punya daya saing kuat, setelah baru ke pasar dunia. Jadi mereka kuasai dulu pasar dalam negerinya, seharusnya pola itu yang kita lakukan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Kalau industri ban kita berawal dari substitusi impor, jadi tidak ada industrialis, yang hanya pedagang. Kalau kita berawal dari substitusi impor, arahnya adalah perdagangan jadi tidak kokoh industri kita. Misalnya saat butuh tekstil, kita buat tekstil tapi bahan bakunya banyak yang masih impor. Ban misalnya, bahan bakunya 62% masih impor, jadi kalau mau industri hulunya diperkuat.
Caranya seperti apa?
Caranya semua bea masuk bahan baku sektor hulu industri ban harus di-nol-kan, misalnya kawat baja sekarang bea masuknya masih 15%, kalau di-nol-kan maka akan turun harganya. Tapi kalau tinggi ya jualnya tinggi jadi tidak punya daya saing. Tarifnya harus diharmonisasi betul-betul, jadi jangan separuh-separuh.
Dengan bahan baku ban masih impor 62%, lalu justru produksi ban kita banyak diekspor sampai 70% lebih, ini artinya apa?
Artinya kita masih dagang saja, jadi kalau bikin negara industri harus dipersiapkan dulu, jadi lama harus ada visi. Jangan masing-masing departemen beda-beda, misalnya standar nasional Indonesia (SNI) oli, depperin bilang lain, Esdm lain, jadi kacau. Harus ada satu komando.
Mengenai investasi, kenapa terkesan Investor bidang industri ban tidak mau masuk?
Masalahnya adalah kredibelitas pemerintah, infrastruktur (jalan) dan sumber daya manusia (SDM). Misalnya India sangat konsen dengan SDM, jadi kalau ada investor masuk sudah siap.
Sedangkan dari sisi konsumsi, ban di Indonesia itu produksinya sudah cukup besar (45 juta per tahun), tetapi demand-nya masih 11 juta. Jadi mau dikemanakan, apa kita harus perang harga di dalam negeri. Untuk pabrik ban di China setahunnya bisa produksi mencapai 200 juta, di Thailand 100 juta, kalau kita 45 juta itu pun kapasitasnya.
Sekarang masih rendahnya demand itu karena infrastruktur jalan kita masih terbatas, sekarang di Kalimantan, Papua ada jalan nggak?. Coba kalau ada jalan, maka demandnya di pasar dalam negeri sangat besar.
Jadi investasi bidang ban di tanah air sudah tidak menarik dong?
Justru masih sangat menarik, terutama untuk industri hulunya, masih banyak bahan
Investor mau masuk sebenarnya, tapi ragu-ragu karena faktor tadi kredibelitas, infrastruktur. Saat ini didalam negeri ada 13 pabrik ban, empat diantaranya adalah asing, ada satu Multistrada yang belum gabung dengan APBI.
Investor sempat datang beberapa kali ke saya, diantaranya dari yayasan veteran tentara di AS, ada juga
Mengenai ekspor, targetnya tahun ini kan ekspor US$ 1 miliar, atau sama dengan tahun lalu. Bagaimana dengan tahun depan?
Saya rasa mulai membaik di kuartal kedua tahun 2010. Dengan adanya krisis global ini ekspor kita turun 30%, demand dalam negeri turun 23%. Tetapi pada bulan Agustus 2009 sudah mulai terlihat perbaikan, atau sama dengan Agustus tahun lalu.
Sumber : detikfinance.com
Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330
(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)
PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara
© Inacom. All Rights Reserved.