Berita Terbaru

03 Nov 2010

Pertemuan RSPO Picu Kontroversi

Pertemuan RSPO Picu Kontroversi


Direktur Utama PT Nusantara Sawit Persada Teguh Patriawan menyatakan Indonesia merupakan salah satu produsen sawit terbesar dunia, namun hingga saat ini grower tidak memiliki kekuasaan dibandingkan buyer. "Posisi Indonesia saat ini menguasai lebih kurang 45% pasar crude palm oil dunia. Indonesia berpotensi menjadi penentu harga CPO dunia. Jika kita out dapat menggoyang harga dunia," tegasnya.

 

Dia menjelaskan Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok CPO dunia, akan tetapi yang menjadi pedoman penentuan harga justru di Rotterdam, Belanda. Dia mengatakan pedoman harga ini dikiblatkan ke Eropa, karena di sana lebih berdomisili para buyer. "Mereka [buyer] yang berkuasa menetukan harga, bukan produsen," keluhnya.

 

Direktur Eksekutif Yayasan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia Purwo Susanto baru-baru ini meneriakkan agar pada 8-11 November akan digelar RSPO Roundtable di Jakarta. "Mengingat posisi produsen sawit atau grower tidak diakomodasikan dalam roundtable, maka kenapa tidak walk out dan boikot RSPO Roundtable ke-8 ini. Kalau para grower bersatu dan mengambil aksi, pasti akan terjadi," usulnya.

 

Mantan Dirjen Perkebunan Achmad Manggabarani menegaskan selama ini dalam sidang RSPO, pihak produser sering disebut grower selalu ditempatkan dalam posisi yang menanggung beban. "Beban yang ditanggung berupa ekstra usaha dan biaya sertifikasi yang dibebankan sepenuhnya pada produsen, namun tidak pernah diapresiasi oleh anggota lain utamanya buyer member, yang terbukti memegang kewenangan dalam penentuan harga," jelasnya.

 

Dia menyatakan dalam setiap roundtable yang digelar oleh RSPO, ketidaksetujuan grower sebagai anggota tidak sepenuhnya diakomodasi oleh RSPO. Dia menyatakan banyak kasus dalam setiap pengambilan keputusan di roundtable selalu dilakukan melalui voting. Achmad, yang juga mantan dirjen perkebunan Kementerian Pertanian ini mengungkapkan jumlah grower yang 30% dipastikan kalah melawan non-grower yang jumlah suaranya lebih banyak. Achmad menilai struktur keanggotaan dan cara pengambilan keputusan baik di tingkat anggota (General Assembly) maupun di Dewan Pengurus (Executive Board) dapat dipastikan bahwa grower tidak akan pernah menang dalam memperjuangkan kepentingannya.

 

"Dengan kata lain RSPO merupakan losing battle bagi perjuangan pengembangan sustainable palm oil. RSPO yang semula bertujuan  mengembangkan sustainable palm oil dan melindungi industri sawit, ternyata hanya melakukan pembiaran terhadap upaya penyerangan industri sawit oleh koalisi non-grower maupun non-member," tegasnya.

 

Achmad berpendapat sangat terbuka kemungkinan bahwa keberadaan RSPO hanya mempertegas posisinya sebagai bagian dari upaya penghentian ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dia menyatakan Indonesia sebagai produsen cukup percaya diri dengan akan diterbitkkannya Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pada awal tahun ini. Dia mengatakan semua prinsip dan kriteria penanaman sawit lestari tercantum dalam ISPO itu. "Oleh karena itu waktu itu saya berkeras agar ISPO dapat segera diselesaikan," katanya.

 

Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyatakan selama ini perusahaan sawit Indonesia yang punya sertifikasi RSPO tidak mendapatkan harga premium untuk produk CPO yang dijual ke Eropa. "Tidak begitu saja mendapatkan harga premium untuk ke Eropa," ujarnya singkat.

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.