Berita Terbaru

04 Feb 2010

Penyelesaian Putaran Doha Akan Pulihkan Ekonomi Dunia

Penyelesaian Putaran Doha Akan Pulihkan Ekonomi Dunia


Melalui sistem pengawasan kebijakan di bawah WTO, proliferasi proteksionisme dapat dicegah sehingga lalu lintas dagang akan mendukung bangkitnya kembali perekonomian dunia 2010.

 

Demikian benang merah pembicaraan pada "WTO Ministerial Gathering" di Davos, Swiss, ujar Duta Besar/Deputi Wakil Tetap RI untuk WTO di Jenewa, Erwidodo, dalam keteranganNYA yang diterima ANTARA London, Rabu.

 

Dikatakannya untuk lebih memapankan kebangkitan perdagangan, WTO harus secepatnya menyelesaikan perundingan Putaran Doha.

 

Gathering dimaksud merupakan acara tahunan yang terselenggara atas undangan Pemerintah Swiss.

 

Presiden Doris Leuthard mengundang menteri dari 19 negara kunci anggota WTO, termasuk Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu sebagai Ketua G-33 (G-33 adalah kelompok beranggotakan 46 negara berkembang yang berkepentingan melindungi petani dari dampak negatif liberalisasi sektor pertanian).

 

Terkait proteksionisme, para Menteri kembali menekankan pentingnya upaya untuk mencegah penerapan kebijakan yang bersifat proteksionis, terutama karena tekanan dalam negeri.

 

Menurut Duta Besar/Deputi Wakil Tetap RI untuk WTO di Jenewa, Erwidodo, diperlukan suatu pemahaman yang baik mengenai perdagangan pada tingkat nasional tentang pentingnya menjaga keterbukaan pasar sebagai salah satu solusi atas krisis keuangan.

 

Perdagangan juga diharapkan dapat menjaga stabilitas anggaran dan mendorong pemulihan perekonomian global melalui penciptaan lapangan kerja. Terkait dengan tujuan tersebut, penyelesaian Putaran Doha kemudian menjadi hal yang sangat penting.

 

Para menteri yang hadir menggarisbawahi kebutuhan untuk mengatasi persoalan seretnya proses perundingan teknis di Jenewa.

 

Mereka sependapat tentang lemahnya "political will", namun berbeda pandangan mengenai cara mengatasi permasalahan substansi.

 

Sebagian menteri dari negara maju menginginkan fokus pembahasan ke depan pada akses pasar di bidang jasa, pertanian dan industri.

 

Sedangkan menteri dari negara berkembang tidak ingin mengubah prioritas Putaran Doha sebagai alat pembangunan.

 

 

"Political will"

 

Mendag RI pada kesempatan tersebut menghimbau pemanfaatan berbagai pertemuan tingkat menteri dan leaders selama 2010 untuk memaksimalkan political will.

 

Mendag RI mengingatkan pentingnya komitmen leaders untuk lebih mendorong penyelesaian perundingan Doha dan kembali membahasnya saat KTT G-20 di Kanada pada Juni 2010.

 

Jika Putaran Doha tidak rampung pada 2010, Mendag RI menghimbau anggota WTO untuk tidak putus asa dan menyelesaikannya pada 2011.

 

Para menteri menyampaikan komitmen terhadap penyelesaian perundingan Putaran Doha berdasarkan draft teks dan hal-hal yang telah disepakati hingga kini.

 

Dalam kaitan ini para menteri sepakat untuk menghindari pembahasan ulang atau membuka kembali isu-isu yang telah disepakati.

 

Keterlibatan para menteri secara aktif dalam berbagai proses ke depan, terutama stocktaking, dibutuhkan untuk mendorong pengambilan keputusan di tingkat politis.

 

Pejabat tinggi yang akan terlibat dalam proses tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi sejumlah isu utama yang perlu dipertimbangkan dan kemudian diputuskan oleh para Menteri, demikian Erwidodo.

 

Sumber : ANTARA

-----------------

 

Indonesia Berupaya Dorong Penyelesaian Putaran Doha

Rabu, 3 Pebruari 2010 23:51 WIB

 

London (ANTARA News) - Indonesia dan negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) lainnya akan terus berupaya mendorong penyelesaian perundingan Putaran Doha di WTO yang menguntungkan semua pihak.

 

"Hal ini mengingat pentingnya peningkatan iklim dunia usaha," ujar Duta Besar/Deputi Wakil Tetap RI untuk WTO di Jenewa, Erwidodo, dalam keterangan yang diterima ANTARA London, Rabu.

 

Dikatakannya, hal itu merupakan intisari dari hasil pertemuan bilateral Menteri Perdagangan RI, Mari Elka Pangestu, dengan beberapa mitra di sela-sela World Economic Forum, Davos, Swiss.

 

Mendag RI antara lain bertemu dengan Presiden Swiss Doris Leuthard, Mendag Australia Simon Crean, Menteri Transportasi India Kamal Nath, Dirjen WTO Pascal Lamy, Undersecretary Kemlu AS Robert Hormats, serta berbagai CEO perusahaan multinasional.

 

Pada kesempatan tersebut, Mendag RI menyampaikan komitmen untuk terus memimpin G-33 guna menyumbang kemajuan pada perundingan sektor pertanian.

 

Untuk menepis tuduhan bahwa G-33 menjadi sandungan utama penyelesaian perundingan Putaran Doha, Indonesia akan terus mendorong intensifikasi pembahasan di tingkat teknis antara G-33 dengan kelompok negara eksportir seperti Cairns Group dan G-20.

 

Indonesia menempati posisi penting karena merupakan anggota dari ketiga forum yang berbeda kepentingan tersebut, ujar Dubes.

 

Untuk menjawab kekhawatiran instrumen "special safeguard mechanism" (SSM) yang diperjuangkan G-33 akan menghambat perdagangan dunia, Indonesia atas nama G-33 telah menyampaikan ke Sekretariat WTO paper yang berisi sumbang pikir tentang arsitektur SSM yang dapat diterima semua pihak.

 

Paper ini dilengkapi sejumlah hasil analisis tentang elemen-elemen teknis arsitektur SSM agar semua pihak dapat lebih obyektif dan matang melihat permasalahan perundingan.

 

Dalam penjelasan kepada beberapa mitra, Mendag RI menyatakan pentingnya membentuk instrumen SSM yang efektif melindungi negara berkembang dari lonjakan impor yang menghancurkan sektor pertanian.

 

Di lain pihak, perlu ditemukan formula guna memastikan bahwa SSM tidak disalahgunakan sebagai alat proteksionisme.

 

Beberapa menteri di Davos memandang pembahasan SSM secara teknis sebagai salah satu kunci penyelesaian perundingan pertanian dan Putaran Doha secara keseluruhan.

 

Jika perundingan teknis selesai, para menteri dan leaders khususnya dalam kerangka KTT G-20 diperkirakan akan lebih mudah mendorong kesepakatan Doha secepatnya.

 

Indonesia menjadi Ketua G-33 sebagai kelompok beranggotakan 46 negara berkembang yang memperjuangkan perlindungan terhadap petani negara berkembang yang dirugikan oleh penurunan harga atau lonjakan volume impor.

 

Dengan demikian negara berkembang akan memiliki kesempatan menata diri dalam rangka ketahanan pangan, "livelihood security" dan pembangunan pedesaan.

 

Untuk memonitor kemajuan perundingan yang dicapai di Jenewa, para menteri dan pejabat tinggi dari sekitar 20 negara kunci di WTO melakukan pertemuan di Davos pada 30 Januari lalu.

 

Sumber : ANTARA 

 

 

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

[email protected]

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.