28 Apr 2009
Kantor Kabinet Jepang kemarin menyatakan, estimasi terbaru itu turun dari prediksi 2008 lalu yang menyatakan perekonomian Jepang akan terkontraksi 3,1%, turun dari perkiraan Desember lalu yang menyatakan kontraksi hanya mencapai 0,8%.
Menteri Keuangan Jepang Kaoru Yosano menyatakan, pelemahan ekonomi terus berlanjut dengan cepat sejak akhir tahun lalu meski pemerintah telah mengeluarkan serangkaian paket stimulus untuk meningkatkan pertumbuhan.
Namun Jepang justru jatuh ke dalam resesi sejak Desember lalu karena pelambatan ekonomi global memukul kinerja ekspor yang menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut. ”Iklim finansial seperti perusahaan investasi juga terkena dampaknya.
Negara kami secara pasti dalam keadaan krisis ekonomi,” ujar Yosano di depan Parlemen Jepang di Tokyo kemarin. Perekonomian Jepang sendiri mulai menyusut pada kuartal II/2007 danmenderitakontraksi12,1% pada kuartal terakhir 2008. Kondisi ini terjadi karena perlambatan ekspor produk elektronik, automotif, dan produk utama lainnya yang menjadi andalan perekonomian.
Kabinet Jepang bahkan memperkirakan, pada tahun fiskal 2008 yang berakhir Maret lalu,ekonomi Negara Matahari Terbit itu akan menyusut 14%, lebih buruk dibandingkan proyeksi sebelumnya 0%. Kondisi ini mendorong Pemerintah Jepang mengeluarkan paket stimulus total senilai 15,4 triliun yen (USD150 miliar) guna mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 2% pada tahun fiskal 2009.
”Jepang perlu mengurangi ketergantungan terhadap permintaan luar negeri,” kata Yosano seraya menyebutkan program penciptaan lapangan kerja dengan proyek teknologi hijau. Yosano juga berjanji memperjuangkan disiplin fiskal dalam jangka menengah yang bisa diakui oleh komunitas internasional.
Kendati demikian, sedikit optimisme muncul dari sejumlah analis yang menyatakan, data perekonomian Jepang yang akan dirilis pekan ini akan menunjukkan bahwa output perusahaan pada Maret lalu kemungkinan naik untuk pertama kalinya sejak enam bulan lalu.
Sementara itu, laporan tahunan raksasa elektronik Jepang Sharp Corp kemarin menyatakan kerugian bersih perusahaan itu mencapai 125,82 miliar yen (USD1,3 miliar).Kendati demikian, kepercayaan diri perusahaan muncul dengan memperkirakan akan kembali membukukan keuntungan pada tahun finansial 2009.
Seperti perusahaan Jepang lainnya, Sharp menjadi korban krisis keuangan global karena permintaannya turun drastis dari prediksi sebelumnya berupa keuntungan bersih pada tahun fiskal 2009 sebesar 3 miliar yen. Dari sektor automotif, produsen kendaraan nomor empat di Jepang Mitsubishi Motors Corp menyatakan bahwa perusahaan itu jatuh ke zona merah pada tahun fiskal 2008 lalu yang dibuktikan dengan jatuhnya penjualan.
Mitsubishi juga memproyeksikan akan kembali mencatatkan keuntungan pada tahun fiskal 2009 yang sedang berjalan. Sepanjang 2008 lalu, Mitsubishi menderita kerugian bersih 54,9 miliar yen (USD556 juta),jauh menurun dengan pencapaian tahun sebelumnya yang membukukan keuntungan bersih 34,7 miliar yen.
Mitsubishi menyatakan,kondisi bisnis masih akan berjalan berat kendati ada tanda-tanda untuk memulai perbaikan. ”Kami percaya keadaan ini masih sangat sulit,tapi jika dibandingkan dengan apa yang dialami pada awal tahun secara bertahap kami mulai melihat dasarnya,”kata Presiden Mitsubishi Motors Osamu Masuko kemarin.
Rasa optimisme Mitsubishi muncul dengan proyeksi pada tahun fiskal 2009 bakal memperoleh keuntungan operasional sebesar 30 miliar yen dan keuntungan bersih 5 miliar yen. Mitsubishi seakan ingin menghapus memori tahun lalu di mana penjualan produsen yang terkenal dengan model sport utilities vehicle Pajeronya itu anjlok 22%.
Untuk mengembalikan penjualannya yang anjlok di Eropa dan Amerika Serikat (AS), Mitsubishi kini akan fokus di kawasan negara emerging market seperti China, Brasil, India, Kazakhstan,Filipina, Malaysia, dan Timur Tengah. ”Cepatnya resolusi automotif AS,akan memberikan dampak psikologis,” kata Masuko.
Sumber : Seputar
----------------------------------
Krisis Picu Bencana Kemanusiaan
WASHINGTON (SI) – Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia mengatakan,krisis ekonomi global telah memberikan pukulan berat kepada negara miskin.
Kondisi ini memicu terjadi bencana kemanusiaan. ”Ekonomi global telah memburuk secara dramatis. Negara berkembang menghadapi konsekuensi serius seiring krisis keuangan dan ekonomi berubah menjadi bencana kemanusiaan dan pembangunan,” kata dua institusi keuangan tersebut dalam pernyataan bersama,Minggu (26/4).
”Krisis telah mengubah lebih dari 50 juta orang terperosok dalam kemiskinan yang berat. Kita harus mengurangi dampak krisis kepada negara berkembang dan memfasilitasi kontribusi mereka kepada pemulihan global,”ungkap IMF dan Bank Dunia. Dalam pertemuan Minggu,IMF dan Bank Dunia membicarakan upaya bantuan kepada negara berkembang untuk mengatasi pelemahan global terburuk sejak Depresi Besar pada 1930-an.
Jumat lalu (24/4),Bank Dunia dan IMF menyebutkan, krisis telah membuat 90 juta orang terperangkap dalam kemiskinan yang ekstrem tahun ini. Sementara sekitar satu miliar orang menderita kelaparan. Negara-negara di Afrika merupakan yang terkena dampak krisis terberat sebab krisis telah memicu pemotongan investasi dan kredit ke Afrika, padahal keduanya merupakan strategi ampuh untuk mengurangi kemiskinan.
Kepala Bank Pembangunan Afrika Donald Kaberuka mengatakan, Afrika kena dampak krisis lebih cepat dan buruk dari prediksi awal. Dia menilai,pemulihan ekonomi di Afrika akan berjalan lebih lambat. Beberapa pihak menilai,Afrika akan mengalami masalah ekonomi 18 bulan sejak krisis terjadi.
Ekonomi Benua Hitam tersebut tidak terintegrasi dengan sistem keuangan global.Krisis global berdampak langsung ke Afrika karena kekeringan likuiditas.”Yang saya khawatirkan, ketika ekonomi global mulai pulih, negara-negara di Afrika mengalami pemulihan yang lebih lambat,”papar Kaberuka.
IMF meramalkan, pertumbuhan ekonomi Afrika pada 2009 turun 2% seiring penurunan ekspor dan arus investasi yang semakin seret. Bandingkan dengan pertumbuhan pada 2008 yang tercatat 5,25%. IMF dan Bank Dunia menilai, negara-negara di Afrika membutuhkan bantuan termasuk dari kesepakan antara negara maju dan berkembang yang tergabung dalam Kelompok 20 (G-20) di London, 2 April lalu.
Sebelumnya G-20 sepakat menambah modal bagi IMF menjadi USD750 miliar untuk membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi akibat krisis. ”Mempertimbangkan kemungkinan lambatnya pemulihan, kita mengusulkan penambahan modal,” papar kedua institusi keuangan global tersebut.
”Tidak ada yang tahu kapan krisis ini berakhir,” kata Presiden Bank Dunia Robert Zoellick. Zoellick menambahkan, permasalahan ini akan mempersulit Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk merealisasikan Millennium Development Goals, yaitu mengurangi angka kemiskinan pada 2015.
Sabtu lalu (25/4), Bank Dunia meluncurkan program pembangunan infrastruktur di negara berkembang senilai USD55 miliar. Program ini bertujuan membantu negara berkembang menghadapi pelemahan global.
”Seiring negara berkembang menghadapi krisis ekonomi global, sangat penting mengaitkan paket stimulus negara maju dengan (negara) yang tidak mampu mengeluarkan miliaran dolar AS dana talangan (bailout),”ujar Zoellick. (AFP/ahmad senoadi)
Sumber : Seputar
© Inacom. All Rights Reserved.