14 Jul 2010
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman
Pemerintah sejak 2008 secara bertahap menurunkan jumlah impor gula rafinasi dan mengkonversi ke dalam impor gula mentah (raw sugar) yang kemudian diolah di dalam negeri menjadi gula rafinasi. Padahal, berdasarkan Permenperindag No. 527/2004 tentang Impor Gula, produsen makanan dan minuman tetap diperbolehkan mengimpor gula rafinasi secara langsung.
Pada tahun ini, pemerintah masih memberikan kuota impor gula rafinasi sebanyak 150.000 ton. Namun, importasi gula rafinasi tersebut harus memenuhi empat persyaratan. Persyaratan tersebut seperti perluasan investasi, di kawasan berikat, kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dan gula dengan spesifikasi khusus yang tidak dihasilkan di dalam negeri.
โKami mengalah demi kepentingan nasional. Dualisme jenis gula menjadi persoalan yang terus terjadi. Persoalan mendasar karena ketidakefisienan di PTPN,โ jelasnya.
Dia menjelaskan kebutuhan gula nasional jauh lebih besar dari produksi lokal, sehingga masih harus mengimpor terutama gula mentah (raw sugar) sebagai bahan
Adi mencontohkan pabrik gula swasta di Lampung yang sanga efisien dibandingkan dengan PTPN, sehingga menikmati keuntungan yang besar di tengah gejolak pergulaan selama ini. Menurut dia, rendemen gula swasta mencapai 10%, sedangkan PTPN kurang dari 7%.
Bahkan, tahun ini diperkirakan turun menjadi kurang dari 6%. Dia menyarankan agar ke depan tidak ada lagi pemisahan gula rafinasi dengan gula kristal putih, tetapi dibedakan berdasarkan kualitas. Produksi gula tahun ini yang diperkirakan turun, kata dia, kemungkinan akan impor โImpor boleh atau tidak. Di depan mata sudah menghadapi seperti ini. Industri makanan dan minuman juga kekurangan stok gula. Ini yang dikhawatirkan akan menaikkan harga.
Oleh : Adi Lukman (Gapmmi)
Sumber : Bisnis.com
Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330
(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)
PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara
© Inacom. All Rights Reserved.