Berita Terbaru

23 Jul 2009

Asalkan Punya Modal Kuat, Peluang Pasar Tetes Tebu Masih Terbuka Lebar

Asalkan Punya Modal Kuat, Peluang Pasar Tetes Tebu Masih Terbuka Lebar


Limbah yang punya nama keren molases ini dalah bahan baku bioethanol. Selain itu, molases juga dimanfaatkan berbagai industri, seperti pembuatan balsem, bedak, pasta gigi dan juga menjadi pakan ternak.

 

Karena bisa dimanfaatkan oleh banyak industri, permintaan tetes tebupun sangat besar. Jadi jangan heran kalau bisnis tetes tebu lantas jadi bisnis yang menggiurkan.

 

Menurut Ari Suharsono, warga Blitar yang sudah limat tahun berkecimuing di bisnis perdagangan tetes tebu, harga limbah pabrik gula ini ini makin lama makin mahal. Terutama setelah makin banyak industri memenfattakan molases. ”Padahal dulu tetes tebu itu tidak laku dan banyak dibuang.” kisah Ari.

 

Saking banyaknya permintaan tetes tebu, para pedagang tetes tebu mengaku seringkali kewalahan memenuhi permintaan. ”Saya sering terpaksa menolak sejumlah permintaan yang masuk.” tutur Fandy Susanto, distributor tetes tebu asal Jakarta.

 

Maklum, ketersediaan pasokan tetes tebu tergantung kapasitas pabrik gula yang ada. Biasanya, pasokan tetes tebu relatif banyak saat masuk masa musim giling atau panen gula, yaitu sekitar Agustus sampai Nopember.

 

Selain itu, persaingan para pedagang tetes tebu untuk bisa mendapatkan molases sangat ketat. Tambah lagi, pedagang tetes tebu harus memiliki modal yang kuat. Biasanya, pedagang yang modalnya lebih besar, bisa lebih mudah mendapatkan tetes tebu dari pabrik gula.

 

Alhasil, volume penjualan para pedagang tetres tebupun tidak tetap. Fandy menuturkan, dalam sebulan ia bisa menjual tetes tebu paling banyak 100 ton.

 

Ari lebih beruntung, karena bisa membuat kontrak dengan pabrik gula, ia bisa mendapat tetes tebu dalam jumlah banyak. Dalam seminggu, rata-rata Ari bisa mendapat tetes tebu 200 ton hingga 300 ton.

 

Untuk membeli satu ton tetes tebu, saat ini Ari harus merogoh kocek sekitar Rp. 1,2 juta. Harga itu jauh lebih tinggi dari harga pada saat musim giling yang hanya sekitar Rp. 800.000 per ton. Maka, saat ini untungnya kecil sekali.

 

Ari biasanya menjual tetes tebu yang ia dapat secara eceran dengan menggunakan drum. ”Satu ton saya bagi dalam tiga drum,” bebernya. Ia lantas menjual tetes tebu itu Rp. 470.000 per drum.

 

Menurut Ari, dengan menjual eceran ia bisa mendapat margin yang lebih besar. Ia menuturkan, margin penjualan tebu secara eceran mencapai 70%. Sementara jika menjual secara borongan marginnya paling cuma 25%.

 

Ari memasarkan tetes tebu yang didapatnya ke pabrik kecap, minuman, biofuel dan peternak. Dalam sehari, penjualannya minimal 30 ton, dengan omzet Rp. 25 juta.

 

Sementara Fandy menjual tetes tebu dalam kiloan. Fandy melego satu kilo tetes tebu dengan harga Rp. 1.000. Fandy bisa mengantongi omzet sekitar Rp. 100 juta per bulan.

 

Tapi berbisnis tetes tebu ini bukannya tanpa hambatan, apalagi buat pemain kecil. Menurut Fandy, pemain kecil biasanya sulit bersaing dengan pemain besar, apalagi dalam urusan modal. Alhasil, pemain kecil sering tidak kebagian tetes tebu, karena pabrik keburu menjualnya kepada pemain besar.

 

”Saya heran, ketika saya mau beli dibilang barangnya tidak ada. Tapi di pasar kok masih saja ada yang bisa jual?” cetus Fandy.

 

Toh, Fandy dan Ari sepakat peluang di usaha tetes tebu ini masih besar. Pasalnya, dari hari ke hari kebutuhan limbah pabrik gula kian terus meningkat.

 

Sumber : Kontan

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.