08 Jun 2010
Namun, pada saat yang sama, manajemen perusahaan terdiversifikasi yang dikendalikan pengusaha nasional Prajogo Pangestu itu menyatakan perseroan belum memiliki agenda untuk mengakuisisi Star Energy Holding Pte Ltd, perusahaan migas yang terdaftar di Bursa Efek Singapura.
"Untuk itu [akuisisi Star Energy] kami no comment dulu. Belum ada agenda itu," kata Presiden Direktur Barito Loeki S Putera seusai rapat umum pemegang saham (RUPS) perseroan di
Barito mengumumkan rencana pembelian 51% saham Star Energy senilai Rp5,1 triliun pada Agustus 2008. Semula, rencana akuisisi yang menghebohkan itu akan dilakukan pada setahun berikutnya, tetapi akhirnya gagal karena situasi pasar yang terpukul krisis keuangan global.
Prajogo yang langsung memiliki 0,4% saham Barito juga mengendailkan 40% saham Star Energy. Prajogo juga menguasai 55,79% saham di Magna Resources Pte Ltd, perusahaan induk Prajogo yang memiliki 52,13% saham Barito.
Terkait dengan akuisisi Royal Indo, Loeki Sandjaja mengatakan RUPS Barito telah menyetujui pembelian 100% saham perusahaan sawit yang memiliki kebun di Kalimantan Barat tersebut. Nilai akuisisinya Rp100 juta.
Untuk membiayai akuisisi itu, perseroan akan menerbitkan surat utang tanpa jaminan senilai maksimum US$25 juta dengan bunga 3% per tahun dan jangka waktu 3 tahun kepada Magna Resources, pemegang saham pengendali Barito.
Selain akan dipakai untuk mengakuisisi 100% saham Royal Indo, dana hasil penerbitan notes tersebut akan digunakan untuk membeli obligasi tukar Royal Indo senilai US$24,40 juta milik Forrestal Holding Ltd.
Bangun pabrik
Dalam kesempatan sama, Reza Andriansyah, Presiden Direktur Grand Utama Mandiri, anak usaha Royal Indo, mengatakan perusahaan telah mendapatkan fasilitas kredit dari BNI sebesar Rp530 miliar untuk melakukan penanaman.
Pada saat yang sama, perseroan juga tengah memproses penambahan lahan seluas 12.000 hektare di Sumatra Utara. Penambahan lahan itu ditargetkan selesai akhir tahun ini.
Perseroan akan menginvestasikan Rp270 miliar untuk pembangunan dua pabrik pengolah kelapa sawit (PKS) di Kalimantan Barat dan satu pabrik di Sumatra Utara dengan total kapasitas 135 ton per jam.
Barito sebelumnya telah meningkatkan kepemilikan saham di produsen CPO PT Gozco Plantations Tbk dengan memiliki 11,21% saham dari semula 10%.
Analis PT Reliance Securities Gina Novrina Nasution menilai diversifikasi usaha yang dipilih Barito ke sawit merupakan upaya yang positif. "Harga CPO pada 2011-2012 atau saat Barito sudah berproduksi, akan membaik seiring dengan pulihnya perekonomian global," katanya.
Dalam perkembangan lain, perusahaan sawit PT Sampoerna Agro Tbk melalui anak usahanya PT Sampoerna Bio Fuels meningkatkan sahamnya di pengolah sagu PT National Sago Prima dari 75,5% menjadi 91,85% dengan menyuntik dana US$5,8 juta.
Oleh : Loeki Sandjaja
Sumber : Bisnis
© Inacom. All Rights Reserved.