10 Feb 2010
Berbicara tentang proyeksi industri tanaman, faktor alam dan musim memang sulit dinafikan pengaruhnya terhadap kinerja industri tersebut setiap tahunnya.
Analis PT Credit Suisse Securities Indonesia Teddy Oetomo dan dan Tan Ting Min menilai harga CPO awal tahun ini berpotensi menguat, mengingat produksi CPO pada triwulan I secara musiman melemah yang berujung pada kenaikan harga komoditas tersebut di pasar.
Apalagi, faktor program biodisel beberapa negara juga diekspektasi melampaui Uni Eropa dan Amerika Selatan yang memicu permintaan CPO, di tengah penanaman ulang kebun sawit di Malaysia yang bisa mengurangi suplai negeri itu hingga 3%.
"Kami masih yakin harga CPO menguat secara musiman pada awal 2010. Kami mempertahankan proyeksi rata-rata harga CPO di level RM2.500 pada 2010 dan 2011, atau naik dari proyeksi 2009 sebesar RM2.260," tuturnya dalam laporan riset per 6 Januari.
Teddy mencatat periode triwulan I/2010 menjadi periode penurunan produksi CPO, mengingat CPO sekarang diperdagangkan diskon US$120 dibandingkan dengan minyak kedelai. Otomatis, komoditas ini masih menjadi minyak goreng favorit terutama di negara berkembang seperti China dan India.
Di sisi lain, kewajiban biodisel yang menguat di beberapa dunia pada 2010 akan membantu menaikkan permintaan CPO. Oil World memperkirakan produksi biodisel global pada 2010 naik 20% secara tahunan atau sebesar 3,2 juta ton.
Namun, Teddy mengakui proyeksi tersebut dibayangi risiko yang bisa mengubah asumsi seperti kenaikan harga minyak mentah dunia, gangguan cuaca yang memicu penurunan hasil panen dan kekurangan suplai, turunnya dukungan kurs dolar terhadap harga komoditas, dan spekulasi di pasar berjangka.
"Kami lebih memilih saham Indonesia yang kami nilai masih lebih murah dari saham sejenis di Malaysia, tetapi menawarkan beta lebih tinggi dan mendapat pengaruh lebih besar dari perubahan harga CPO," ujarnya.
Credit Suisse memperkirakan sepanjang tahun ini harga CPO berpotensi volatil, namun broker asing itu tetap optimistis rata-rata harga komoditas itu naik menuju level RM2.600 per ton.
"Harga CPO telah menunjukkan volatilitas terbesar dalam dua tahun terakhir, dengan mencatat posisi tertinggi pada RM4.400 per ton pada Maret 2008 dan posisi rendah di kisaran RM1.390 pada November 2008," paparnya.
Profil kredit
Terpisah, Fitch Ratings mengekspektasikan produsen CPO Asia bisa mempertahankan profil kredit mereka tahun ini, dengan ditopang faktor positif berupa kestabilan harga CPO menyusul keseimbangan suplai-permintaan dan penurunan tekanan biaya pupuk sejak semester II/2009.
Analis Fitch Ratings Budhika Piyasena menilai faktor harga dan penurunan biaya pupuk tersebut seharusnya berujung pada profitabilitas dan arus kas operasional kuat. Produsen CPO berprofil perkebunan matang dan operasi terkelola paling mendapat berkah.
"Di tengah ketatnya suplai minyak goreng hingga 2010, Fitch melihat harga CPO akan cenderung bertahan pada level sekarang sekitar US$700 per ton dalam jangka pendek," tuturnya dalam laporan riset kemarin.
Konsumsi CPO di negara berpenduduk padat seperti China dan India, lanjutnya, berpotensi berlanjut sehingga mendorong pertumbuhan permintaan CPO. Faktor lain yang menopang adalah besarnya potensi mandat biodisel.
Dari sisi produksi, Fitch mengekspektasikan produksi CPO Indonesia terus meningkat dan produksi Malaysia tetap stabil, karena lahan tanam yang lebih matang dan terus berlanjutnya proses penanaman ulang.
Budhika menambahkan meningkatnya kepedulian corporate social responsibility (CSR) dan isu lingkungan di sektor CPO tahun ini akan menguat, menyusul munculnya sertifikasi Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO).
"Praktik itu akan banyak dijalankan, mencerminkan kenaikan permintaan konsumen atas produk CPO dari sumber yang berkesinambungan," paparnya.
Sumber : Bisnis Indonesia
Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330
(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)
PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara
© Inacom. All Rights Reserved.