KPBN News

Utilisasi pabrik minyak goreng hanya 31% CPO RI diolah jadi olein di Malaysia



Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat M. Sinaga mengungkapkan tahun lalu CPO Indonesia banyak yang diolah di Malaysia untuk memenuhi kontrak RBD olein dengan negara konsumen.

`Hal ini terpaksa dilakukan karena kalau RBD olein diolah di Indonesia tidak menguntungkan lagi, karena kalah bersaing dengan produk sejenis dari Malaysia,'' katanya di Medan, baru-baru ini.

Dia menyebutkan utilisasi pabrik pengolahan minyak goreng di Indonesia tahun lalu hanya 31% atau merosot dibandingkan dengan 2006 sebesar 54%. Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang keliru dengan menyamakan bea keluar CPO dan produk turunannya.

''Idealnya, bea keluar RBD olein menjadi 2,5%-3% dibawah bea keluar CPO yang berlaku.''

Untuk menutupi kontrak yang sudah sempat diteken para pabrikan di dalam negeri dengan konsumen di luar negeri, tuturnya, pabrik minyak goreng di Indonesia terpaksa mengolah CPO menjadi RBD olein di kilang Malaysia.

''Saat ini prosesor minyak goreng yang beroperasi di Indonesia 58 unit dengan kapasitas terpasang 21 juta ton per tahun menganggur dan lebih memilih ekspor dalam bentuk CPO,'' ujarnya.

Di akhir Februari, pemerintah kembali menaikkan Harga Patokan Ekspor (HPE) minyak sawit mentah (CPO) untuk Maret sebesar US$44 per MT menjadi US$988 per MT.

Dengan demikian, pungutan ekspor (PE) komoditas CPO untuk Maret tetap dipertahankan 10%. HPE itu sendiri berlaku selama satu bulan yakni dari 1 hingga 31 Maret 2008.

Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Erfandi Thabrani mengatakan penetapan tarif referensi sudah berdasarkan masukan dari semua pihak.

Menurut dia, penetapan HPE tersebut sudah sesuai dengan prosedur sehingga tidak ada yang kontroversial. `Departemen Perindustrian, Pertanian, dan Kehutanan sudah kami undang untuk membahas HPE Maret ini,` katanya belum lama ini.

Rata-rata harga CIF CPO di Rotterdam sebulan sebelum HPE Maret di dalam Permendag No.05/2008 ditetapkan US$1.064 per ton, naik US$44 per ton jika dibandingkan dengan sebelumnya sebesar US$1.020 per ton.

Pemerintah memberlakukan PE secara progresif berdasarkan rata-rata harga patokan CPO di pasar Rotterdam. Jika rata-rata harga CPO masih dibawah US$1.100 per ton, pemerintah mengenakan PE 10%.

Namun, jika harga CPO menembus US$1.100 per ton, pemerintah mengenakan PE 15%, untuk harga US$1.200 per ton dikenakan PE 20% dan bila harga CPO rata-rata menembus US$1.300 per ton, PE otomatis naik menjadi 25%.

Menurut Sahat, akibat kebijakan pemerintah menerapkan bea keluar (pungutan ekspor) antara CPO dan produk turunannya seperti RBD olein sama, maka utilisasi pabrik pengolahan CPO di Indonesia menurun dari 54% pada 2006 menjadi 31% pada 2007.

Mustafa M. Daulay, salah seorang eksekutif PT Karya Prajona Nelayan (KPN) menambahkan industri hilir minyak sawit (mid down-stream) akan mati suri jika pemerintah tidak segera merevisi aturan yang dibuat mengenai bea keluar CPO dan produk turunannya.

Sumber: Bisnis Indonesia