KPBN News

Konversi impor gula, win-win solution?


Untuk mendukung pencapaian target tersebut, pertengahan tahun ini, pemerintah juga mengambil kebijakan dialihkannya impor gula rafinasi ke gula mentah (raw sugar). Jatah kuota impor gula kristal rafinasi (GKR) sebanyak 220.000 ton dikonversikan ke dalam bentuk impor raw sugar sebanyak 240.000 ton.

Kuota impor GKR tahun ini seluruhnya sebanyak 379.000 ton, sedangkan kuota impor raw sugar sebesar 1,67 juta ton. Program konversi impor tersebut, menjadikan kuota impor raw sugar menjadi 1,91 juta ton, sedangkan impor GKR turun menjadi 160.000 ton.

Pengalihan impor itu dilakukan menyusul realisasi pengapalan GKR cukup rendah dan sebaliknya realisasi impor raw sugar sangat tinggi. Beberapa pabrik gula rafinasi bahkan memajukan jadwal pengapalan dan meminta izin impor kepada pemerintah dengan alasan stok di gudang telah habis dan permintaan dari industri makanan dan minuman tinggi.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi mengatakan kebijakan konversi tersebut, bukan berarti pemerintah lebih memihak kepada industri gula rafinasi dalam negeri dibandingkan dengan industri makanan dan minuman, tetapi itu justru untuk kemajuan industri di dalam negeri yang memiliki nilai tambah.

Industri makanan dan minuman yang terdaftar sebagai importir produsen (IP) gula rafinasi sebanyak 82 perusahaan. Namun, untuk meningkatkan penggunaan gula rafinasi lokal, pemerintah memperketat persyaratan impor komoditas tersebut.
Upaya memperketat impor itu dengan persyaratan adanya perluasan investasi; pabrik yang berada di kawasan berikat; gula rafinasi untuk jenis spesifikasi khusus yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri; dan kebutuhan impor tujuan ekspor (KITE).

Keempat persyaratan tersebut yang membuat realisasi impor GKR rendah yakni hingga saat ini baru sekitar 63.000 ton atau 16,6%. Sementara itu, diperkirakan realisasi impor raw sugar hanya mencapai 160.000 ton hingga akhir tahun ini, atau tersisa sebanyak 220.000 ton.

Sisa kuota impor GKR dikonversikan untuk impor raw sugar sebanyak 240.000 ton seiring dengan adanya penambahan satu pabrik rafinasi dan mengurangi impor secara langsung serta meningkatkan penyerapan gula rafinasi lokal.

Di sisi lain, kebutuhan raw sugar meningkat. Pemerintah memberikan kuota impor raw sugar sebanyak 1,67 juta ton untuk tujuh pabrik gula rafinasi. Namun, ada penambahan satu pabrik gula rafinasi yakni PT Duta Sugar Internasional.
Penambahan pabrik rafinasi tersebut dipastikan akan menambah kebutuhan raw sugar, tetapi pemerintah berkeras tidak akan menambah kuota yang telah ditetapkan.

Departemen Perdagangan telah memberikan kuota impor bahan baku gula rafinasi kepada PT Duta Sugar Internasional sebanyak 50.000 ton pada Mei lalu untuk kebutuhan perusahaan tersebut yang sedang melakukan masa percobaan (commissioning).

Perusahaan rafinasi
Saat ini, terdapat tujuh perusahaan gula rafinasi yang berada di bawah AGRI. Perusahaan tersebut adalah PT Angels Products, PT Jawamanis Rafinasi, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama dan PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Sugar Labinta dan PT Makasar Tene. Adapun, realisasi impor bahan baku gula rafinasi tersebut sebesar 79,3% atau 1,3 juta ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) M. Yamin Rachman mengatakan alokasi izin impor raw sugar pada 2010 akan dibagikan pada Oktober tahun ini. ”Kemampuan produksi terpasang pabrik rafinasi dalam negeri berdasarkan audit yang dilakukan pemerintah [Departemen Perindustrian] sebesar 2,178 juta ton. Sementara itu, kebutuhan gula rafinasi sekitar 2 juta ton per tahun.”

Menurut Yamin, kebutuhan industri makanan dan minuman akan gula rafinasi dengan perincian industri skala besar yang memiliki izin impor (IP) sebanyak 82 perusahaan mencapai 1 juta ton, sedangkan kebutuhan rafinasi industri kecil dan menengah 1,05 juta ton, atau total 2,05 juta ton per tahun.

Dia menuturkan komposisi kebutuhan rafinasi tersebut, maka pada 2010, Indonesia dapat mencapai swasembada gula rafinasi.

Franky Sibarani, Ketua Forum Industri Pengguna Gula (FIPG) mengeluhkan harga gula rafinasi produksi dalam negeri yang lebih mahal dan kualitas untuk spesifikasi khusus belum dapat diproduksi di dalam negeri.

Franky mengusulkan agar impor gula rafinasi oleh 82 perusahaan yang memegang izin impor diberikan 15% dari total penyerapan gula rafinasi dalam negeri. “Sulit untuk merealisasikan impor dengan persyaratan yang ketat.”

Dia meminta pemerintah memberikan izin impor gula rafinasi tanpa harus mengacu pada empat persyaratan untuk menghadapi masa bulan puasa dan Lebaran, yang dipastikan kebutuhan gula rafinasi akan meningkat.

Sumber : Bisinis Indonesia (sepudin.zuhri@ bisnis.co.id)