Pasar Minyak Goreng Ditunda Sulit Menekan Harga hingga Rp 8.000 Per Kilogram
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan Ardiansyah Parman, Kamis (27/9) di Jakarta, menjelaskan, semula pasar murah minyak goreng akan digelar pertengahan bulan puasa dan dua pekan setelah Lebaran, dengan anggaran subsidi Rp 25 miliar.
`Ternyata, dibutuhkan payung hukum agar pasar murah ini boleh dilakukan dengan penunjukan langsung,` ujar Ardiansyah.
Tanpa payung hukum tersebut, penyelenggaraan pasar murah dianggap sebagai pengadaan pemerintah dan harus tunduk pada Keppres No 80/2003.
Keppres ini mengatur penggunaan anggaran negara untuk pengadaan pemerintah senilai Rp 50 juta atau lebih harus dilakukan melalui pelelangan.
Menurut Ardiansyah, pasar murah ini seharusnya tidak digolongkan pengadaan pemerintah, melainkan penyaluran dana subsidi pada masyarakat miskin.
`Pengadaan dilakukan oleh pelaku usaha di masing-masing daerah, yang menyalurkan juga mereka. Pemerintah hanya memberi subsidi harga jualnya,` ujarnya.
Perangkat hukum ini mendadak harus dibuat dalam waktu mendesak. `Payung hukum yang dibutuhkan harus berupa perpres karena aturan yang sudah ada tentang pengadaan berupa keppres. Draf perpres dan petunjuk pelaksanaan dibuat sekaligus. Mudah-mudahan bisa segera ditandatangani Presiden,` katanya.
Cap pada faktur
Ardiansyah menjelaskan, berdasarkan surat edaran yang merupakan petunjuk pelaksanaan subsidi PPN minyak goreng itu, faktur pajak yang diterbitkan perusahaan kena pajak harus dibubuhi cap bertuliskan PPN Dibayar Pemerintah.
Cap itu dibubuhkan pada faktur pajak, bukan pada kemasan minyak goreng curah. `Karena bentuknya minyak goreng curah, pedagang boleh mengemas dengan apa saja, pembeli datang untuk membeli pakai ember juga boleh. Jadi tidak mungkin dicap di kemasan,` ujar Ardiansyah.
Ikhwan Nurdin, pemilik agen minyak goreng di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, mengatakan, harga minyak goreng Rp 8.000 per kg tidak mungkin terjadi karena harga di tingkat agen Rp 8.250 per kg.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga di Medan mengatakan, lambannya penurunan harga minyak goreng curah di pasar karena pedagang masih menjual stok lama.
Selain itu, pabrik minyak goreng juga belum berani menjual produk tanpa PPN karena petunjuk pelaksanaan dari Direktorat Jenderal Pajak belum ada.
Sebelum PPN dibebaskan, pabrik menjual minyak goreng Rp 7.850 per kg. Menurut Sahat, pembebasan PPN bisa menekan harga jual minyak goreng curah di tingkat pabrik menjadi maksimal Rp 7.200 per kg.
Sumber: Kompas