2.000 Ha Kebun Teh Rakyat Telantar
Ketua Kelompok Teh Rakyat Purwakarta Deni Ahmad Haidar pada Minggu (27/2/2011) menyebutkan, harga jual pucuk daun teh kian tak sebanding dengan ongkos produksi. Akibat kian terjepit, petani terpaksa menelantarkan tanaman, beralih ke komoditas lain, atau menjual kebunnya.
Panjangnya rantai serta monopoli jaringan pemasaran menekan harga jual hingga lebih rendah daripada ongkos produksi. Di sejumlah kebun di sentra teh rakyat Purwakarta, seperti Kiarapedes, Wanayasa, Bojong, dan Darangdan, pucuk daun teh basah dijual Rp 1.150-Rp 1.200 per kilogram (kg). Padahal, ongkos produksi diperkirakan Rp 1.700 per kg, termasuk ongkos petik dan angkut Rp 500 per kg.
`Jumlah kebun teh yang berproduksi kini tak lebih dari 2.400 hektar. Banyak kebun yang telah dijual kepada pemodal besar dan kini menjadi lokasi peternakan ayam atau penanaman rumput gajah, singkong, atau kepulaga,` kata Deni.
Dengan harga jual rendah, petani memilih membiarkan tanamannya tumbuh alami. Di beberapa lokasi kebun teh di Desa Sukadami dan Taringgul Landeuh, Kecamatan Wanayasa; Desa Kiarapedes dan Cibeber, Kecamatan Kiarapedes; dan Pasirangin, Nangewer, dan Linggasari, Kecamatan Darangdan; tanaman teh kalah tinggi dengan rumput liar.
Petani tak lagi memupuk atau menyemprot hama tanaman sehingga produktivitas cenderung turun.
Menurut Eben (45), penggarap di Desa Kiarapedes, produksi dari 1 patok (400 meter persegi) kebun teh turun dari 1 kuintal menjadi 0,4-0,5 kuintal dalam sekali petik.
Eben menambahkan, karena tak menguntungkan, hasil dari teh kini menjadi sumber penghasilan sampingan.
Sebagian petani kini mengandalkan pendapatan dari komoditas kepulaga yang harga basahnya Rp 3.500 per kg dan kering berkisar Rp 35.000-Rp 50.000 per kg. Selain menguntungkan dari sisi harga, petani memilih kepulaga karena pasarnya jelas.
`Baik basah maupun kering, banyak yang mau membelinya. Kapol (kepulaga) juga mudah tumbuh dan tidak rumit perawatannya. Sekali tanam tumbuh dan berkembang biak,` kata Eben.
Harga dan pasar
Sebagian kebun teh rakyat juga kian rimbun karena petani menanam komoditas lain di lokasi yang sama. Tanaman teh yang berusia tua atau terserang penyakit dibiarkan mati dan diganti dengan tanaman lain yang dinilai lebih menguntungkan.
Deni menambahkan, penyebab utama menurunnya usaha teh rakyat adalah harga dan pasar. Selama ini petani kesulitan memangkas rantai pemasaran karena adanya dominasi tengkulak dan jaringannya.
Menyangkal
Kepala Seksi Bina Produksi Tanaman Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Purwakarta Yayat Krisnayati menyangkal adanya alih fungsi.
Menurut dia, petani tidak membabat tanaman tehnya, tetapi hanya menumpang sari kebun tehnya dengan komoditas lain untuk menambah penghasilan.
Sepanjang tahun 2010, Yayat melanjutkan, produksi dari 4.433 hektar kebun teh di Purwakarta mencapai 4.008 ton. Produksi terutama dari sentra kebun teh rakyat di Darangdan, Bojong, Wanayasa, dan Kiarapedes.
Oleh : Ketua Kelompok Teh Rakyat Purwakarta
Sumber : Kompas