KPBN News

Perusahaan sawit Malaysia wajib serap 50% benih lokal



Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Dirjen Perkebunan No. 65/Kpts/HK.330/8/06 tentang Pedoman Pengeluaran atau Pemasukan Benih Kelapa Sawit dari atau ke dalam Wilayah Negara Indonesia.

`Itu [keputusan tersebut] mulai diberlakukan 2007. Kami akan mengatur secara tegas, terutama untuk pengembangan usaha di lahan yang dikelola perusahaan perkebunan asal Malaysia,` ujar Dirjen Perkebunan Deptan Achmad Manggabarani, Senin malam.

Menurut dia, jika ada badan usaha Malaysia yang terbukti tidak menggunakan bibit dari dalam negeri, dipastikan tidak memperoleh izin pengembangan usaha.

`Mulai tahun depan, Deptan meminta bukti pembelian bibit sawit lokal sebagai lampiran pengajuan izin pengembangan usaha maupun perluasan lahan.`

Dengan demikian, lanjut Manggabarani, sekarang diatur perusahaan Malaysia yang punya sumber benih sendiri di negaranya hanya boleh mengimpor sampai 50%. `Sisanya harus pakai benih lokal. Kalau dia tidak bisa buktikan dengan bukti pembelian, dia tidak bisa tanam.`

Sedangkan bagi perusahaan Malaysia yang tidak memiliki pembenihan, bisa mendatangkan bibit sebanyak 25% dari total kebutuhannya per tahun. Sisanya, harus memakai bibit lokal.

Kebijakan baru itu, ujar Manggabarani, diharapkan dapat mengoptimalkan penyerapan benih kelapa sawit yang diproduksi tujuh perusahaan pembenihan nasional. Apalagi ketersediaan bibit tersebut dipastikan mencukupi kebutuhan lahan sawit di dalam negeri.

Sementara itu, Direktur Pembenihan Ditjen Perkebunan Deptan Darmansyah Basyarudin mengatakan produksi benih kelapa sawit tahun ini sebanyak 147 juta kecambah, sedangkan kebutuhannya sekitar 140 juta. `Sudah dua tahun ini kita juga mengekspor benih. Tahun depan produksi ditargetkan meningkat menjadi 160 juta.`

Menanggapi kebijakan itu, Ketua Harian Komisi Minyak Sawit Indonesia Rosediana Soeharto mengatakan kebijakan pemerintah tersebut sudah sesuai dengan kondisinya sekarang.

Menurut dia, permasalahan itu pernah dibahas dalam pertemuan bilateral antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. `Peraturan itu sendiri saya memang belum mengetahuinya, tapi pernah didiskusikan.`

Namun, lanjut Rosediana, berdasarkan pengetahuannya perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Indonesia tidak sepenuhnya milik warga negara Malaysia.

Sebagian besar perusahaan itu berbentuk patungan, bukan hanya milik orang Malaysia.

Selama ini, tambahnya, sebagian besar benih kelapa sawit yang dipergunakan perusahaan tersebut berasal dari Indonesia. `Kalau benih kepala sawit dalam negeri Indonesia atau lokal sudah tidak mencukupi, perusahaan itu baru melakukan impor,` katanya.

Lewat pos

Selain mengatur pemasukan benih kelapa sawit, menurut Manggabarani, Deptan juga mengatur mekanisme baru dalam permohonan pengembangan usaha yang kini hanya bisa dilakukan melalui pos dan akan diproses secara efisien selama 14 hari setelah diterima berdasarkan cap pos.

Dia mengatakan sebelumnya proses pengajuan izin tersebut dilakukan secara langsung di Deptan. `Sekarang tidak perlu datang dan ketemu saya. Semua lewat pos. Kalau tidak ada cap posnya, kami tidak akan proses.`

Mekanisme baru ini, lanjutnya, akan lebih efisien karena Deptan memastikan bakal menyelesaikan perizinan itu dalam waktu 14 hari. `Jika melewati batas waktu tersebut, perusahaan dapat mengajukan klaim ke pemerintah.`

`Ini untuk mengurangi hal-hal yang tidak perlu. Sebab jika ketemu muka justru banyak urusan di luar ini yang malah lebih panjang. Jadi, biar saja semua lewat pos, tidak perlu ketemu muka,` tutur Manggabarani.

Sumber: Bisnis Indonesia