Tim 8: Tuduhan pada Bibit-Chandra Tak Cukup Bukti
Tim 8 menyampaikan rekomendasi bahwa kasus Chandra-Bibit tidak memiliki cukup bukti. Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Chandra-Bibit atau Tim 8 secara resmi menyatakan berkas perkara tuduhan penyuapan dan pemerasan kepada Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto tidak memiliki cukup bukti untuk dilanjutkan.
Dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jakarta, Senin, Ketua Tim 8, Adnan Buyung Nasution, juga menyatakan andaikata kasus hukum Chandra dan Bibit diteruskan ke pengadilan dengan memakai tuduhan penyalahgunaan wewenang, maka perkara itu akan lemah pembuktiannya karena tuduhan yang dipakai adalah pasal karet.
`Andaikata pun kasus ini dipaksakan, saya ulangi dipaksakan, untuk diajukan ke pengadilan dengan dakwaan penyalahgunaan wewenang, kasus itu pun lemah karena menggunakan pasal karet. Terlebih lagi, tindakan Bibit dan Chandra yang disangkakan ternyata adalah prosedur lazim yang juga dilakukan oleh pimpinan KPK periode sebelumnya,` tutur Buyung.
Untuk tuduhan pemerasan atau penyuapan, Buyung menjelaskan, tuduhan tersebut terputus pada aliran dana dari Anggodo Widjojo kepada Ary Mulady. `Aliran dana dari Ary Muladi baik kepada Yulianto atau langsung kepada pimpinan KPK, ternyata tidak ada bukti yang dapat ditunjukkan kepada Tim 8,` ujarnya.
Tim 8 dalam konferensi pers hanya menyampaikan penilaian atau kesimpulan yang mereka peroleh dari sepekan bekerja memverifikasi fakta hukum kasus Bibit dan Chandra dengan cara mendengar keterangan dari berbagai pihak serta menggelar perkara bersama dengan kepolisian dan kejaksaan.
Tim 8 secara khusus menyampaikan rekomendasi mereka atas penilaian tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Rekomendasi tersebut diserahkan melalui Menko Polhukam Djoko Suyanto di kantornya pada Senin sore, yang akan meneruskan rekomendasi tersebut kepada Presiden.
Tim 8 tidak bersedia membeberkan kepada publik rekomendasi tim yang disampaikan kepada Presiden. Menurut juru bicara tim, Anies Baswedan, rekomendasi tim disampaikan dalam amplop bersegel sehingga isinya aman bahkan Menko Polhukam pun tidak mengetahui isinya.
Rekomendasi yang disampaikan tersebut bersifat sementara karena Tim 8 masih bekerja melengkapi keterangan dari berbagai pihak yang masih dibutuhkan untuk rekomendasi final yang akan disampaikan pada pekan depan.
Menurut rencana, Tim 8 pada Selasa 10 November 2009 masih akan memanggil Deputi Penindakan KPK Ade Raharja, mantan wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga, serta Eddie Sumarsono.
Respons Rekomendasi
Presiden SBY telah menerima surat Tim 8 soal kasus Bibit-Chandra. Selanjutnya, SBY meminta Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk mempelajari isi surat tersebut.
`Presiden meminta Kapolri dan Jaksa Agung untuk merespons dan melakukan penilaian,` kata Menkopolhukam Djoko Suyanto di Wisma Negara, Jakarta Senin (9/11) malam.
Menurut Djoko, Presiden tidak akan mencampuri proses hukum yang sedang berjalan. Karenanya, kewenangan untuk menghentikan kasus ini berada pada penyidik.
`Presiden tidak punya kewenangan yuridis untuk menghentikan kasus ini. Oleh karena itu Presiden meminta Kapolri dan Jaksa agung yang memberikan penilaian,` jelasnya.
Apakah Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) bisa dikeluarkan? `Sekali lagi presiden tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan kasus ini,` ungkapnya.
Djoko menjelaskan, belum ada respon secara langsung dari Kapolri dan Jaksa Agung perihal surat tersebut. Tentu, lanjut Djoko, Kapolri dan Jaksa Agung diberi waktu agar bisa mempelajari dan meresponnya.
Sumber : Harian Analisa
----------------------
Hanura: SBY Perlu STMJSenin, 09 November 2009, 20:08:08 WIB
Jakarta, RMOL. Partai Hanura menyentil sikap Presiden SBY berkaitan dengan maraknya tuntutan masyarakat agar sang presiden turun tangan menyelesaikan kasus kriminalisasi KPK.`SBY bilang `Bukan wilayah saya, bukan wewenang saya`, soal KPK. Loh itu justru mengundang perhatian dan pertanyaan bagi masyarakat. Negara butuh pemimpin yang minum obat penguat, kasih saja doping merek STMJ,` ujar jurubicara Partai Hanura Suhandoyo pada Rakyat Merdeka Online, Senin (9/11).Ia menjelaskan, STMJ yang dimaksud adalah bukan susu telor madu jahe. Tetapi sadar, tahu, mampu dan jamin.`Tetapi pengertiannya adalah pemimpin harus sadar bahwa jabatan adalah amanah dari Allah SWT. Pemimpin harus tahu dan peka terhadap masalah, kemudian dia juga harus mampu menyelesaikan masalah dan terakhir pemimpin harus jamin bahwa apa yang dilakukan diperuntukkan kemaslahatan rakyat, negara dan bangsanya,` katanya lagi.Menurutnya rekomendasi tim independen pencari fakta kriminalisasi KPK harus bisa mendorong presiden mengambil keputusan yang tegas, misalnya kalau memang alat buktinya tidak cukup, harus ada SP3 atas kasus kedua pimpinan KPK non aktif itu. `Lalu polisi dan kejaksaan harus direformasi, dan saya yakin sekarang ini adalah personal, bukan lembaganya yang salah, saya juga tidak yakin Jaksa Agung terlibat, saya nggak yakin itu,` tandas mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung itu.
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2009/11/09/83768/Hanura:-SBY-Perlu-STMJ