KPBN News

Pasar cermati kisruh KPK



Indeks harga saham gabungan (IHSG) diperkirakan bergerak mendekati level psikologis 2.400, dan berpotensi tertekan ketika proses 'kriminalisasi' KPK makin meruncing.

Kepala Riset PT E-Capital Securities Aan Budiarto mengatakan sepanjang pekan ini pasar akan memperhatikan sentimen global seperti data ekonomi AS, di samping sentimen dalam negeri terkait dengan KPK.

`Perhatian masih tertuju pada bursa AS, mengacu data ekonomi yang diekspektasikan positif. Di dalam negeri, semua sentimen positif telah terealisasikan dan sekarang pasar fokus pada isu fundamental. Ada ketakutan perseteruan KPK dan Polri memengaruhi ekonomi dan investasi,` tuturnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Saham-saham yang sensitif isu politik, lanjutnya, bisa terpengaruh seperti saham BUMN. Jika kasus tersebut berlarut, pasar diduga akan kesulitan mengikuti ritme bursa global yang memasuki pemulihan.

Jika tidak ada guncangan politik terkait dengan KPK, Aan memperkirakan IHSG bergerak mendekati level psikologis 2.400, seiring dengan berbaliknya bursa AS yang mulai membentuk fondasi ke level 10.000.

Perhatian pasar terhadap isu KPK terlihat pada pekan lalu, ketika bursa menguat 1,62% ke level 2.371,86 pada 4 November, ketika bukti kunci KPK berupa rekaman Anggodo diungkap di Mahkamah Konstitusi.

Bukti tersebut berujung pada penangguhan penahanan dua pimpinan nonaktif KPK yakni Bibit S. Riyadi dan Chandra Hamzah.`Investor masih akan melihat beberapa pekan ke depan seperti apa. Jika persoalan KPK ini tertangani, pasar kembali fokus ke isu ekonomi,` ujar Aan.

Indonesia berada di peringkat 126 indeks korupsi versi Transparency International Indonesia (TII) pada 2008, naik dari posisi tahun sebelumnya 143. Survei itu menyebutkan Polri sebagai institusi publik yang paling rentan dengan penyuapan. (arif.gunawan@ bisnis.co.id)

Sumber : Bisnis Indonesia
------------------------

Senin, 09/11/2009
CATATAN AWAL PEKANGanjalan serius pemerintah baru
Oleh Faisal Basri (Staf ahli/konsultan Kadin Indonesia)
Dengan pemilihan presiden hanya satu putaran, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono meraup mandat politik yang cukup besar. Ditambah lagi, partai-partai koalisi pendukung pemerintah menguasai lebih dari tiga perempat kursi DPR.Sebagai incumbent dan menang pemilihan presiden satu putaran, proses transisi seharusnya mulus dan persiapan untuk memerintah 5 tahun ke depan jauh lebih solid.Sementara itu, perekonomian kita tak mengalami pukulan berat akibat krisis global. Teramat banyak faktor `keberuntungan` yang kita peroleh, sehingga justru krisis global memunculkan peluang-peluang baru.Peluang ini akan cepat sirna kalau kita tak segera berbenah. Karena itu, tampaknya pemulihan ekonomi dunia akan lebih cepat dari perkiraan semula.Negara-negara yang perekonomiannya terkapar tetapi memiliki landasan yang lebih kokoh daripada kita akan segera bangkit dengan kecepatan lebih tinggi. Jika menyia-nyiakan momentum, kita akan semakin tertinggal.Tatkala kita sedang menunggu pemerintah mengumumkan rencana kerja setelah memperoleh banyak masukan dari Rembug Nasional, tiba-tiba muncul prahara nasional.Publik menyaksikan dengan mata telanjang kebobrokan praktik penegakan hukum. Aparat negara yang seharusnya menjadi penegak hukum justru `membengkokkan` hukum. Setidaknya, seperti itulah kesan masyarakat umum dan isi pemberitaan media massa dalam seminggu terakhir.Juru bicara Polri, Kapolri, hingga Presiden masih saja membela diri dengan berlindung pada prosedur hukum normal atau formal.Pada intinya mereka mengatakan bahwa penanganan perkara harus diserahkan pada proses hukum yang berlaku. Lebih parah lagi kalau proses hukum tersebut cacat atau direkayasa.Justru di situlah letak akar masalahnya. Aparat penegak hukum ditengarai telah melakukan abuse of power, melakukan tindakan semena-mena, tidak profesional, dan gegabah.Proses hukum telah mencederai rasa keadilan. Tak selamanya, memang, rasa keadilan masyarakat selalu yang paling benar, karena faktor asymmetric information dan propaganda.Presiden SBY mungkin lupa bahwa mandat politik yang diperoleh pemerintahannya tidak selalu sejalan dengan tingkat kepercayaan (trust) masyarakat kepada pemerintah dan aparatnya.Bukankah reformasi birokrasi merupakan salah satu tuntutan masyarakat yang paling mengemuka ketika masa kampanye. Masalah ini pula yang menjadi salah satu program prioritas pemerintah baru.Sebagus apa pun program kerja pemerintah tidak akan ditanggapi positif oleh masyarakat dan pelaku bisnis jika kerap terjadi pembengkokan hukum yang mencederai rasa keadilan.Pembengkokan hukum menimbulkan ketidakpastian. Dalam keadaan demikian, yang merajai pasar adalah pelaku-pelaku bisnis ugal-ugalan, yang berkolaborasi dengan pembengkok hukum, yang mengakal-akali proses hukum formal.Pebisnis yang andal dan jujur akan menjauh dari arena atau memaksa mereka menjadi pragmatis. Hasilnya adalah perekonomian instan: cari untung besar secepat-cepatnya, beralih dari industriawan menjadi pedagang, menutup pabrik lalu beralih menjadi pedagang barang-barang impor.Para perekayasa keuangan akan laku keras. Mereka menyulap perusahaan-perusahaan sakit menjadi seolah-olah sehat lalu menjualnya dengan keuntungan puluhan kali lipat dalam waktu singkat. Mereka mengakali segala cara agar pembayaran pajak perusahaan sekecil mungkin.Karena berbisnis semakin berisiko dan mengingat pula bahwa risiko tersebut tak terukur, maka margin keuntungan dikerek jadi tinggi, sehingga harga-harga barang dan jasa semakin mahal. Nilai proyek digelembungkan. Agar terlindungi dari jeratan hukum, mereka berjibaku untuk melemahkan penegak hukum. KPK jadi musuh utama mereka.Tak berlebihan kalau PBB mengampanyekan pemberantasan korupsi lewat slogan: `The cost of corruption is poverty, human suffering and under development. Everyone pays.` Ya, kita semua harus membayar mahal praktik-praktik korupsi. Yang paling mahal adalah terkikisnya peradaban. Para koruptor jelas-jelas mengkhianati Pancasila.Pemerintah tak usah dulu bicara program yang muluk-muluk. Penuhi dulu syarat perlunya (necessary conditions), yakni tegaknya rasa keadilan dan kepastian hukum. Kesungguhan pemerintah yang sedang ditunggu-tunggu.Pemilu sudah selesai. Politik pencitraan lewat pidato tidak akanlagi mampu mengubah pandangan masyarakat dan pelaku bisnis.Kini, saatnya menorehkan tinta emas dalam sejarah perjalanan bangsa: membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Yang ditunggu adalah satu langkah awal nyata, bukan pidato-pidato.
Sumber : Bisnis Indonesia