Kisah sang Rajawali II dan upaya menggapai asa
Misi ini terkait dengan visi perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Cirebon dan Subang Provinsi Jawa Barat, menjadi perusahaan peringkat tiga besar agroindustri berbasis tebu. PG Rajawali II mengoperasionalkan lima pabrik dari lima perkebunan.
Saat ini, produksi gula perusahaan-yang resmi berdiri 1996-untuk memenuhi kebutuhan nasional, masih jauh dibandingkan perusahaan sejenis lainnya di Indonesia yakni 6% dari total kebutuhan nasional, sedangkan untuk kebutuhan regional Jawa Barat, kontribusinya sekitar 30%. Sedangkan total kebutuhan gula nasional hingga tahun lalu 3,7 juta ton per tahun.
Berangkat dari kondisi tersebut, sejak empat tahun lalu manajemen PG Rajawali II melakukan revitalisasi dan menyusun pemetaan masing-masing pabrik. Kemudian ditetapkan skala prioritas untuk dasar program revitalisasi dan akselerasi. Sasaran program ini adalah untuk menekan harga produksi gula nasional serendah-rendahnya.
Empat pilar dicanangkan. Pertama, peningkatan produktivitas on farm maupun off farm. Kedua, peningkatan efisiensi on farm maupun off farm. Ketiga, pengembangan produk industri hilir dan hasil samping. Keempat, optimalisasi aset yang belum termanfaatkan.
Kini, memasuki tahun keempat revitalisasi itu, menurut Dirut PT Rajawali II Bambang Prijono, telah dicapai produksi sekitar 1,64 juta ton pada 2006 kendati angka ini belum sebanyak periode 2005 sebesar 1,69 juta ton.
Tetapi pada 2007, target produksi tebu sama dengan 2005 melalui perluasan areal tanam. Dari hasil ini, produksinya diharapkan meningkat menjadi 1,95 juta ton pada 2008 dan 2009 mencapai 2,24 juta ton.
Saat ini, total tanaman tebu di kelima areal perkebunan dan pabrik PG Rajawali II seluas 23.000 ha. Sekitar 35% di antaranya milik petani atau seluas 8.000 ha.
Perluasan areal
Dengan tanaman tebu seluas 28.000 ha pada 2009, direksi optimistis perusahaan, yang cikal bakalnya dari perusahaan Belanda yang berdiri sejak abad 19, bisa ikut berperan serta Indonesia swasembada dalam gula. `Perluasan areal tanam dalam empat tahun terakhir ini rata-rata 5,6% per tahun,` papar Bambang Prijono.
Kini, perusahaan ini juga berhasil mendongkrak produktivitas dan kualitas tebu melalui perbaikan pola tanam dan sarana budi daya. Hal ini terbukti dari peningkatan produksi sebesar 6% pada empat tahun terakhir. `Pada 2009 produktivitas tanaman ditargetkan mencapai 80 ton per hektare.`
Bahkan, kini perusahaan itu, sudah mengimplementasikan program revitalisasi dan akselerasi periode 2003-2006 a.l. investasi untuk traktor, pembuatan sumur pantek, membuat drainase, intensifikasi penyulaman tanaman dan pemeliharaan kebun.
Implementasi revitalisasi dan akselerasi di bidang pabrik, a.l. meningkatkan produksi, produktivitas dan efisiensi. Pola ini dilakukan dengan cara memperbaiki kinerja di setiap pabrik.
Untuk peningkatan kapasitas giling, sasarannya memperpendek hari giling. Ini dilakukan dalam upaya menekan harga pokok produksi dan menekan jam berhenti penggilingan.
Investasi peningkatan kapasitas ini dengan memasang four roll mill dari semua three roll mill pada unit giling awal dan akhir dengan mesin penggerak turbin (hidraulic cyclo drive) baru di beberapa pabrik. Kemudian memasang cane hoist baru untuk menambah kapasitas daya angkut tebu ke lori maupun dari truk ke mesin giling.
Bagaimana strategi PG Rajawali II menuju peringkat tiga besar di bidang agroindustri berbasis tebu? Kelima pabrik peninggalan pemerintahan kolonial Belanda itu masing-masing saling bersinergi untuk mewujudkannya.
Sejalan dengan konsep zero waste, perusahaan ini melakukan diversifikasi usaha dengan memanfaatkan seluruh bahan baku tebu menjadi produksi turunan. Konsep ini dilakukan negara industri baru lain seperti Brasil, China maupun Vietnam.
Kini, perusahaan telah menelurkan produk diversifikasi. Beberapa produk turunan dengan bahan baku tanaman tebu a.l. kanvas rem untuk kendaraan roda empat dan dua dan banyak lagi.
Kanvas rem misalnya, dibuat dari bagasee. Penggunaan bahan baku ini diharapkan bisa menggantikan asbestos (bahan baku konvensional) yang menyebabkan kanker paru-paru. Penggunaan asbestos bahkan dilarang sejak 1987 di AS, Uni Eropa dan Jepang.
Komponen tersebut diproduksi sejak 2006 dan dipergunakan untuk berbagai jenis kendaraan. Merek patennya adalah Gasrem dan terdaftar di Depkum dan HAM serta HAKI.
Manajemen pabrik ini berada di bawah PT Inti Bagas Perkasa, dan saat ini tengah menjalin kerja sama dengan ITB untuk mengembangkan kanvas rem untuk kendaraan bus, truk dan KA.
Limbah pabrik tebu berupa vinasee dari pabrik alkohol PSA Palimanan, juga sudah dimanfaatkan. Selama ini limbah itu belum dimanfaatkan menjadi nilai tambah. Melalui proses, limbah itu dialirkan ke irigasi petani untuk meningkatkan produksi.
Dari limbah yang sama dilahirkan produk pupuk cair dengan merek Agrorama. Pembuatannya menggunakan teknologi mikroorganisme yang diambil dari tanah tanaman tebu. Melalui proses pengkulturan di media cair, pupuk ini dapat memperbaiki kerusakan tanah dan ramah terhadap lingkungan.
Sumber: Bisnis Indonesia