Industri karet minta perbankan beri kredit berbunga ringan
Ketua Gapkindo Daud Husni Bastari mengatakan perputaran uang di salah satu sentra produksi seperti di Sumatra Selatan yakni melalui pengadaan bahan olahan karet (bokar) minimal Rp35 miliar per hari atau Rp1 triliun per bulan.
`Seharusnya industri karet mendapat bunga lebih rendah, sehingga akan mengoptimalkan kinerja,` ujarnya kepada Bisnis pada saat acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gapkindo, akhir pekan kemarin.
Gapkindo, lanjutnya, mengharapkan perbankan dapat melihat fenomena itu dengan spesifik dan jeli. Misalnya, dengan memberikan kredit dengan bunga lebih rendah, karena bunga diturunkan pun tidak akan mengurangi keuntungan bank. `Mereka [perbankan] mendapatkan keuntungan dengan memberikan kredit di sektor ini, yakni perputaran uang akan semakin besar dan berlangsung cepat.`
Rakernas yang berlangsung mulai Rabu dan berakhir Jumat pekan lalu itu dihadiri oleh semua cabang Gapkindo yaitu dari Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Jawa.
Selain rakernas, pelaku industri juga melakukan pertemuan dengan mitranya dari Malaysia dan Thailand dalam forum Asean Rubber Business Concern. Salah satu topik dalam forum itu berupa perdagangan karet di kawasan ini.
Hasilkan kesepakatan
Rakernas itu menghasilkan beberapa kesepakatan a.l. kenaikan harga karet telah dirasakan oleh petani karet (hulu) dan pedagang atau eksportir (hilir), sedangkan industri pengolahan karet masih kesulitan dengan kenaikan biaya produksi.
Organisasi itu juga mengusulkan perlakuan berbeda dari perbankan terhadap industri karet yakni tidak sama dengan perdagangan pada umumnya. Hal itu disebabkan oleh perputaran uang dari industri karet dalam skala besar dan cepat. `Kami membutuhkan policy [peraturan] berbeda untuk meningkatkan daya saing,` ujarnya.
Berkaitan dengan regulasi perkaretan, Gapkindo meminta kepada pemerintah pusat dan daerah agar menyempurnakan regulasi mengenai industri karet.
Daud menjelaskan kenaikan harga karet cenderung dirasakan oleh pengumpul karet dan eksportir, sedangkan industri pengolah karet (processor) mengalami kesulitan akibat kenaikan ongkos produksi.
Kenaikan harga karet (Standard Indonesia Rubber/SIR 20) kini mencapai US$3,5 per kg dan bahan olahan karet Rp27.500 per kg. `Kami sangat terbebani dengan biaya produksi yang cukup tinggi selain pasokan bahan baku juga tersendat.`
Persoalan lain yang dihadapi pelaku di sector itu, tambahnya, adanya kenaikan BBM dan terjadinya krisis energi sehingga memengaruhi kelancaran pasokan listrik di dalam negeri. `Pabrik pengolahan karet telah mencoba menggunakan bahan bakar batu bara, tetapi pasokan belum diatur oleh pemerintah.`
Sumber: Bisnis Indonesia