KPBN News

Mewaspadai Sisi Gelap CAFTA



Tujuan jangka panjang ASEAN ialah mewujudkan komunitas ASEAN berdasarkan tiga pilar keamanan, ekonomi. dan kebudayaan. Yaitu, ASEAN Security Community (ASC), ASEAN Economic Community (AEC), dan ASEAN Social Cultural Community (ASCC).

Di sisi lain, Perjanjian Zona Perdagangan Bebas China-ASEAN tersebut digunakan China untuk memperkukuh klaimnya atas Spratly. Hal ini disebabkan karena China bersama Taiwan dan keempat negara ASEAN (Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam) mempunyai klaim tumpang tindih atas beberapa bagian daerah kepulauan di Laut China Selatan.

Sejauh ini China sudah mengambil berbagai kebijakan terkait dengan klaimnya atas wilayah di kawasan tersebut. Untuk memperkukuh klaimnya, China sudah mengeluarkan undang-undang yang menguatkan klaim atas pulau-pulau di Paracel dan Spratly. Negara tersebut juga mengeluarkan lisensi kepada Crestone Oil Company untuk eksplorasi minyak di daerah yang jauh dari China atau dari Spratly. Selama dua dasawarsa, RRC dikenal sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi paling cepat yang diimbangi dengan peningkatan kekuatan militernya.

Bersamaan dengan mencuatnya kekuatan ekonomi-militer China, dunia diwarnai kecemasan bagaimana `menangani` China. Sebagai negara yang ekonominya kuat dan dibarengi dengan menonjolnya kekuatan militernya, RRC makin percaya diri, dan mulai mengibaskan kekangan atau aturan yang berlaku di negara lain.

Ancaman yang ditimbulkan oleh makin menonjolnya China, terutama di kawasan Asia-Pasifik, merupakan salah satu sebab bagi berubahnya sikap ASEAN terhadap garis kebijakan keamanan politik. Di sisi lain, mudah berubahnya sikap China juga menjadi perhitungan sendiri negara-negara ASEAN.

Inspirasi yang mewarnai berdirinya ASEAN adalah merebaknya ancaman komunis di Asia Tenggara. Agar negara-negara di Asia Tenggara bisa membangun, maka mereka berharap agar di kawasan itu terjadi geopolitik yang nyaman, terlepas dari ancaman negara-negara besar, termasuk China.
Demi terciptanya kondisi yang kita harapkan itu, Indonesia memang masih harus bekerja keras, yakni memelopori ditempanya regional yang fungsional di seluruh Asia Tenggara. Kita jangan sampai tertinggal dari perkembangan-perkembangan yang cepat di Eropa dan di Asia Timur, terutama setelah berakhirnya perang dingin.
Dalam menggalang persatuan Asia Tenggara, tentulah kita tidak bisa meninggalkan kepentingan nasional kita sendiri. Kita perlu mewaspadai perkembangan negara-negara besar, termasuk China.

Kita mungkin tidak dapat menahan kemajuan China. Sebab, walau secara intern negeri itu bisa bergolak, tetapi secara ekstern mereka tetap tidak berubah. Karena itu, daya pengaruhnya terhadap negara-negara di sekitarnya, termasuk Asia Tenggara, akan makin kuat.

Kalau dilihat dari segi jumlah personelnya, saat ini negeri itu memiliki lebih dari 3 juta prajurit. Ini berarti China mempunyai kekuatan militer terbesar di Asia, bahkan dari segi personel paling besar di dunia. Sedangkan anggaran belanja untuk keperluan angkatan bersenjatanya hampir menyamai Jepang. Sedangkan anggaran angkatan bersenjata Jepang adalah nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat.

Jika dilihat dari peralatan-peralatan militer yang dibeli, bisa diperkirakan bahwa China memiliki motif ekspansionis. Hal ini bisa diketahui dari pembelian alat-alat seperti pelbagai sistem pengendalian radar dan rudal jarak jauh. Rudal itu pernah dicoba untuk diledakkan di dekat Taiwan agar negeri pulau itu tunduk padanya. Bahkan RRC secara aktif melakukan percobaan nuklir.

Dengan contoh-contoh tersebut, bisa ditafsirkan bahwa China tidak sekadar melindungi wilayah mereka saja, tetapi juga ingin memperluas pengaruhnya di luar wilayahnya sendiri. Hal ini bisa diperkirakan bahwa China pada masa mendatang akan menjadi ancaman ASEAN.

Setelah perang dingin berakhir dan kemudian diteruskan bubarnya Uni Soviet, tidak ada alasan bahwa membengkaknya kekuatan militer China itu sekadar menghadapi musuh dari luar, baik Rusia, Amerika Serikat maupun Vietnam. Lebih menarik lagi, China justru membeli peralatan perang dari Rusia, seperti pesawat tempur SU-27, rudal darat-udara S-3000, tank jenis T-72, peralatan pengisian bahan bakar di udara, pelbagai radar, dan beberapa macam kapal perang.

Kebangkitan ekonomi dan militer China tidak mustahil jika memunculkan kekhawatiran terjadinya ancaman terhadap Asia Tenggara. Negara-negara di Asia Tenggara merasa khawatir terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan militer tersebut. Itulah sebabnya, walau para anggota ASEAN hampir semuanya mempunyai hubungan diplomatik dengan Beijing, tetapi kadar hubungannya belum optimal. Hal ini disebabkan oleh rasa khawatir dari para pemimpin negara-negara tersebut terhadap kemungkinan ancaman dari China.

Berkaitan dengan kemungkinan adanya ancaman dari China itu, banyak yang berpendapat bahwa terhadap China perlu dilakukan strategi yang dapat memengaruhi politik luar negerinya. China, yang pernah berabad-abad memengaruhi Asia Tenggara, merasa ada kepentingan untuk `melindungi` Asia Tenggara.

Berdasarkan pengalaman sejarah tersebut, jelaslah China akan tetap mendekati Asia Tenggara dengan alasan apa pun. Di sisi lain, ASEAN juga merasakan manfaatnya atas kerja sama dengan China. Perdagangan dengan negeri itu meningkat tiga kali lipat dalam dekade lalu, dengan surplus di pihak ASEAN.

Perlu disadari bahwa dalam jangka panjang tidak dapat disangkal lagi jika ASEAN akan berada di bawah bayang-bayang kekuatan ekonomi China. Apalagi perkembangan militernya yang begitu terprogram dan canggih, membuat China bisa menjadi ancaman militer terbesar bagi negara-negara Asia Tenggara. Itulah beberapa sisi gelap CAFTA yang perlu diwaspadai.

Oleh Drs A Kardiyat Wiharyanto, MM, adalah dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Sumber : Suara Karya